Senin 26 Jun 2023 09:28 WIB

AS Lihat Celah Baru dalam Kepemimpinan Putin

Kekacauan di Rusia telah melemahkan Putin dan dapat membantu serangan balasan

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Presiden Rusia Vladimir Putin menuduh pemimpin Wagner Yevgeny Prigozhin melakukan pengkhianatan, setelah pasukan paramiliter Wagner melintasi perbatasan Ukraina-Rusia
Foto: AP
Presiden Rusia Vladimir Putin menuduh pemimpin Wagner Yevgeny Prigozhin melakukan pengkhianatan, setelah pasukan paramiliter Wagner melintasi perbatasan Ukraina-Rusia

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemberontakan pasukan Wagner dinilai sebagai tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi Presiden Rusia Vladimir Putin. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan pada Ahad (25/6/2023), peristiwa itu telah mengungkap celah baru dalam kekuatan kepemimpinan Putin.

Blinken dan anggota Kongres AS mengatakan, kekacauan di Rusia telah melemahkan Putin dengan cara yang dapat membantu serangan balasan Ukraina terhadap pasukan Rusia. "Saya kira kita belum melihat tindakan terakhir," kata Blinken setelah pemberontakan dibatalkan oleh pasukan yang dipimpin oleh Yevgeny Prigozhin pada Sabtu (24/6/2023).

Baca Juga

Menurut Blinken, ketegangan yang memicu aksi tersebut telah meningkat selama berbulan-bulan. Kondisi itu menambahkan ancaman kekacauan internal dapat mempengaruhi kemampuan militer Moskow di Kiev.

"Kami telah melihat lebih banyak retakan muncul di fasad Rusia. Terlalu dini untuk mengatakan dengan tepat ke mana mereka pergi, dan kapan mereka sampai di sana. Namun yang pasti, kami memiliki segala macam pertanyaan baru yang harus dijawab Putin dalam minggu dan bulan ke depan," kata Blinken dalam program "Meet the Press" NBC.

Blinken menggambarkan gejolak itu sebagai masalah internal bagi Putin. "Fokus kami tegas dan tanpa henti pada Ukraina, memastikan bahwa dia memiliki apa yang diperlukan untuk mempertahankan diri dan merebut kembali wilayah yang direbut Rusia," katanya.

Pejabat AS berharap untuk mengetahui lebih banyak tentang peristiwa yang terjadi di Rusia. Salah satu yang menarik perhatian adalah rincian kesepakatan dengan Prigozhin yang dimediasi oleh Presiden Belarusia Alexander Lukashenko yang membuat para pejuang Wagner kembali ke pangkalannya.

"Mungkin Putin tidak ingin merendahkan dirinya sendiri hingga level bernegosiasi langsung dengan Prigozhin," kata Blinken.

Pasukan yang dipimpin mantan sekutu Putin itu telah melakukan pertempuran paling berdarah dalam perang 16 bulan Rusia di Ukraina. "Sejauh orang-orang Rusia terganggu dan terbagi, hal itu dapat membuat penuntutan agresi mereka terhadap Ukraina menjadi lebih sulit," kata Blinken.

Ketua Komite Intelijen House of Representatives Mike Turner mengatakan, tindakan Putin di masa depan di Ukraina dapat dihambat oleh pernyataan Prigozhin. Pemimpin Wagner ini menyatakan sebelumnya, bahwa alasan untuk menyerang Ukraina didasarkan pada kebohongan.

“Mencabut premisnya membuat Putin jauh lebih sulit untuk terus berpaling kepada rakyat Rusia dan berkata, kita harus terus mengirim orang untuk mati,” kata Turner dalam program “Face the Nation” di CBS.

Pensiunan Jenderal Angkatan Udara AS Philip Breedlove mengatakan, gejolak tersebut menunjukkan penurunan kemampuan Rusia. "Salah satu hasil, saya percaya, dari 36 jam terakhir, mungkin 48 jam, adalah bahwa institusi yang telah lama kami anggap sangat aman di Rusia perlahan-lahan terurai," kata Breedlove dalam sebuah wawancara.

"Seluruh institusi militer sekarang, penampilan militer Rusia, jauh berkurang," ujarnya.

Senator AS Ben Cardin mengatakan, gejolak akhir pekan di Rusia tidak mengurangi kebutuhan AS untuk terus membantu Ukraina. "Ini adalah waktu kritis bagi Ukraina. Serangan balasan ini akan menentukan di mana kita akan berada dalam satu atau dua tahun ke depan," kata anggota Demokrat yang duduk di Komite Hubungan Luar Negeri Senat.

Mantan jenderal Angkatan Udara AS yang duduk di Komite Angkatan Bersenjata House Don Bacon mengatakan, penurunan Putin akan menguntungkan tetangga Rusia termasuk Finlandia, Estonia, Latvia, Lituania, dan Polandia. "Akan berbeda jika Putin ingin menjadi tetangga yang damai. Namun ternyata tidak," kata Bacon.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement