REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia berusaha memulihkan ketenangan dan menstabilkan keamanan pada Senin (26/6/2023), seusai perdamaian dengan kelompok pasukan bayaran Wagner, pada Ahad (25/6/2023). Sementara itu, sekutu-sekutu Barat terus mencari celah, bagaimana kekuasaan Presiden Vladimir Putin dapat diruntuhkan dan berdampak pada kemenangan perang di Ukraina.
Mengakhiri pemberontakan yang berlangsung singkat, para pejuang Wagner menghentikan kecepatan gerak maju pasukan mereka ke Moskow. Mereka menarik diri dari Kota Rostov, Rusia selatan, dan kembali ke pangkalan mereka pada Sabtu malam di bawah kesepakatan yang menjamin keselamatan mereka.
Komandan mereka, Yevgeny Prigozhin, akan pindah ke Belarusia di bawah kesepakatan yang dimediasi oleh Presiden Belarusia Alexander Lukashenko. Pada Senin (26/6/2023), Kota Moskow telah dinyatakan sebagai hari libur untuk memberikan waktu bagi masyarakat untuk beristirahat.
Keadaan di Moskow hanya ada sedikit peningkatan keamanan di ibu kota pada Ahad malam. Menteri Pertahanan Sergei Shoigu, salah satu target utama kemarahan Prigozhin, juga telah mengunjungi pasukan Rusia yang terlibat dalam operasi militer di Ukraina, seperti yang dilaporkan kantor berita Pemerintah RIA pada Senin (26/6/2023), tanpa perincian lebih lanjut.
Namun Putin, yang telah berkuasa selama lebih dari dua dekade, masih belum berkomentar secara terbuka sejak perlawanan dari salah satu pasukan andalan pemerintahannya mereda.
Kebingungan atas kejadian luar biasa akhir pekan lalu telah membuat respons yang beragam baik yang bersahabat maupun yang memusuhi Rusia. Mereka meraba-raba jawaban atas apa yang akan terjadi selanjutnya di negara dengan persenjataan nuklir terbesar di dunia ini.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyatakan bahwa kekacauan ini bisa memakan waktu berbulan-bulan. "Kami telah melihat lebih banyak perpecahan yang akan muncul di wajah militer Rusia," kata Blinken kepada program "Meet the Press" di NBC pada Ahad (25/6/2023).
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Andrei Rudenko mengadakan pembicaraan di Beijing pada hari Ahad lalu. Namun, tidak jelas apakah kunjungannya ke negara sekutu terkuat Rusia itu karena terjadinya pemberontakan kelompok Wagner.
"Pihak Cina menyatakan dukungannya terhadap upaya-upaya kepemimpinan Federasi Rusia untuk menstabilkan situasi di negara itu, sehubungan dengan peristiwa 24 Juni dan menegaskan minatnya untuk memperkuat kohesi dan kemakmuran Rusia lebih lanjut," kata Kementerian Luar Negeri Rusia.
Tanggapan dari Cina sangat terukur. Cina menjamin dukungannya terhadap upaya Rusia untuk menjaga stabilitas nasional dan menyebut ketegangan itu sebagai "urusan dalam negeri" Rusia.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy membahas peristiwa yang terjadi baru-baru ini di Rusia, dalam panggilan telepon terpisah dengan Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau.
Biden dan Trudeau sama-sama menyatakan dukungannya terhadap Ukraina yang sedang melakukan serangan balasan untuk memulihkan wilayah yang direbut oleh Rusia, menurut pernyataan resmi. "Dunia harus menekan Rusia hingga ketertiban internasional dipulihkan," kata Zelenskiy di Twitter.
Televisi pemerintah Rusia mengatakan Putin akan menghadiri pertemuan Dewan Keamanan Rusia minggu ini, tanpa penjelasan lebih lanjut. Kantor berita Belarusia, Belta, mengatakan bahwa Putin dan Lukashenko berbicara lagi pada Ahad, setelah setidaknya dua kali sambungan telepon pada Sabtu.
Dalam sebuah pidato yang disiarkan di televisi saat peristiwa terjadi pada Sabtu, Putin mengatakan bahwa pemberontakan tersebut membuat eksistensi Rusia terancam. Ia bersumpah untuk menghukum mereka yang berada di balik pemberontakan tersebut serta menyamakannya dengan kekacauan pada 1917 yang menyebabkan revolusi Bolshevik.
"Mitos persatuan Rusia di bawah kepemimpinan Putin telah berakhir. Ini adalah hasil yang tak terelakkan ketika Anda mendukung dan membiayai legiun tentara bayaran," kata Menteri Luar Negeri Italia Antonio Tajani seperti dikutip oleh surat kabar Italia, Il Messaggero.