Selasa 27 Jun 2023 09:45 WIB

Israel Abaikan Gedung Putih

Israel mengabaikan AS yang meminta agar zionis menahan diri membangun permukiman

Rep: Amri Amrullah/ Red: Esthi Maharani
 Tentara Israel bereaksi saat bentrok dengan warga Palestina di desa Kafr Qaddum, dekat kota Nablus, Tepi Barat, 23 Desember 2022. Bentrokan itu menyusul protes terhadap permukiman Israel di daerah tersebut.
Foto: EPA-EFE/ALAA BADARNEH
Tentara Israel bereaksi saat bentrok dengan warga Palestina di desa Kafr Qaddum, dekat kota Nablus, Tepi Barat, 23 Desember 2022. Bentrokan itu menyusul protes terhadap permukiman Israel di daerah tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Pemerintah sayap kanan Israel pada Senin (26/8/2023), menyetujui rencana untuk membangun lebih dari 5.000 rumah baru di permukiman Yahudi di Tepi Barat, kata media Israel. Langkah Israel ini akan semakin memperburuk ketegangan dengan Palestina dan mengabaikan perintah Amerika Serikat yang meminta Zionis menahan diri.

Beberapa media Israel mengatakan bahwa komite perencanaan Kementerian Pertahanan yang mengawasi pembangunan pemukiman menyetujui sekitar 5.700 rumah pemukiman baru. Unit-unit tersebut berada dalam berbagai tahap perencanaan, dan belum jelas kapan pembangunan akan dimulai.

Baca Juga

COGAT, badan pertahanan yang bertanggung jawab atas komite perencanaan, tidak menanggapi permintaan komentar. Namun masyarakat internasional, bersama dengan Palestina, menganggap pembangunan pemukiman itu ilegal atau tidak sah dan merupakan hambatan bagi perdamaian.

Lebih dari 700.000 warga Israel sekarang tinggal di Tepi Barat dan Yerusalem timur, wilayah yang diduduki sejak direbut Israel pada tahun 1967. Sedangkan wilayah tersebut, merupakan bagian dari Palestina untuk mewujudkan sebuah negara merdeka di masa depan.

"Pemerintah Netanyahu terus melanjutkan agresi dan perang terbuka terhadap rakyat Palestina," kata Wassel Abu Yousef, seorang pejabat Palestina di Tepi Barat. "Kami menegaskan bahwa semua penjajahan pemukim di seluruh wilayah Palestina yang diduduki adalah tidak sah dan ilegal."

Peace Now, sebuah kelompok pengawas anti-pemukiman, mengatakan bahwa Israel telah menyetujui lebih dari 13.000 unit rumah pemukiman tahun ini. Jumlah tersebut hampir tiga kali lipat dari jumlah rumah yang disetujui pada tahun 2022, yang menandai persetujuan pembangunan terbanyak dalam setahun terakhir sejak 2012.

Pemerintah Israel, yang mulai menjabat pada akhir Desember 20225 lalu, didominasi oleh para politisi ultrareligius dan ultranasionalis yang memiliki hubungan dekat dengan gerakan pro permukiman. Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, seorang pemimpin pro pemukim bersemangat telah diberi wewenang tingkat Kabinet atas kebijakan pemukiman dan telah bersumpah untuk melipatgandakan populasi pemukim di Tepi Barat.

Sementara itu, Pemerintahan Biden semakin lantang dalam mengkritik kebijakan Netanyahu soal permukiman Israel. Awal bulan ini, Menteri Luar Negeri Antony Blinken menyebut permukiman sebagai "penghalang harapan di masa depan yang kita impikan" dalam pidatonya di hadapan kelompok lobi pro-Israel, AIPAC.

Pada hari Senin, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller mengatakan negaranya "sangat terganggu" oleh keputusan Israel yang terus membangun lebih banyak rumah pemukiman Yahudi. "Amerika Serikat menentang tindakan sepihak seperti itu yang membuat solusi dua negara menjadi lebih sulit untuk dicapai," katanya.

Terlepas dari kritik tersebut, AS hanya mengambil sedikit tindakan terhadap Israel. Sebagai tanda ketidaksenangannya, Gedung Putih belum mengundang Netanyahu untuk berkunjung - seperti yang biasa dilakukan setelah pemilihan umum Israel.

Pekan ini, AS mengatakan bahwa mereka tidak akan mentransfer dana ke lembaga-lembaga Israel untuk proyek-proyek penelitian sains dan teknologi di Tepi Barat. Keputusan ini mengembalikan kebijakan lama yang telah dibatalkan oleh pemerintahan Trump yang pro-pemukiman.

Menjelang pemungutan suara pada Senin (26/6/2023), Menteri Kabinet Israel Issac Wasserlauf, seorang anggota partai sayap kanan Yahudi, mengecilkan perbedaan pendapat dengan AS. "Saya pikir aliansi dengan AS akan tetap ada," katanya kepada stasiun Radio Angkatan Darat. "Ada ketidaksepakatan, kami tahu bagaimana menghadapinya di masa lalu," ujarnya.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement