REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Presiden Otoritas Palestina (PA), Mahmoud Abbas, menyatakan dukungannya kepada Presiden Rusia Vladimir Putin. Abbas menyatakan dukungannya seminggu setelah kelompok tentara bayaran Rusia, Grup Wagner melakukan pemberontakan terhadap Kremlin.
Kremlin pada Ahad (2/7/2023) mengatakan, Putin dan Abbas berbicara melalui panggilan telepon. Keduanya membahas situasi di Palestina dan Abbas mengungkapkan dukungannya kepada Putin terkait dugaan upaya kudeta pekan lalu oleh Grup Wagner.
"Pemimpin Palestina menyatakan dukungan penuh atas tindakan kepemimpinan Rusia untuk melindungi tatanan dan hukum konstitusional selama peristiwa 24 Juni," kata pernyataan Kremlin.
Abbas adalah salah satu dari sedikit pemimpin dunia yang telah menunjukkan dukungan untuk Putin dan pemerintahannya setelah dugaan upaya kudeta. Selain Abbas, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga mengungkapkan dukungannya kepada Putin atas peristiwa tersebut.
Pada Jumat (23/6/2023) malam, pendiri dan pemimpin Grup Wagner, Yevgeny Prigozhin mengerahkan angkatan bersenjata lengkapnya untuk beraksi di jalan-jalan Rusia Selama berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, dia berargumen bahwa perang Rusia di Ukraina sangat buruk dan para elit tidak peduli berapa banyak nyawa orang Rusia yang hilang.
Namun, pasukan Grup Wagner mundur dari markas militer Rusia di Rostov-on-Don pada Sabtu (24/6/2023). Pasukan Wagner mundur setelah menyetujui kesepakatan bahwa mereka akan berada di Belarusia, dan Rusia tidak mengambil tindakan hukum apa pun terhadap pasukan Wagner. Prigozhin mengatakan, pemberontakan itu tidak bertujuan untuk kudeta melainkan aksi protes semata.
“Tujuan pawai adalah untuk mencegah penghancuran kelompok Wagner. Kami pergi untuk menunjukkan protes kami, bukan untuk menggulingkan pemerintah negara,” kata Prigozhin dalam sebuah pernyataan di Telegram.
Prigozhin dan para pejuangnya menerima perlindungan di Belarusia pekan lalu. Langkah ini berlangsung setelah Belarusia membantu menengahi kesepakatan untuk mengakhiri pemberontakan bersenjata oleh kelompok tentara bayaran Wagner. Putin menyatakan, dia tidak akan menuntut pasukan Wagner atas insiden pemberontakan itu.
Presiden Belarusia, Alexander Lukashenko, mengatakan negaranya dapat menggunakan pengalaman dan keahlian Wagner. Dia telah menawarkan sebuah unit militer yang ditinggalkan untuk mendirikan kamp bagi pasukan Wagner.