Rabu 05 Jul 2023 06:54 WIB

Militer Israel Mulai Tarik Pasukan Setelah Menggempur Jenin Selama Dua Hari

Benjamin Netanyahu berjanji akan melakukan operasi serupa di Jenin di masa depan.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
Tentara Israel mengusir APC dari kota Jenin di Tepi Barat yang diduduki, selama serangan militer Israel di kubu militan di kamp pengungsi Jenin, Selasa, 4 Juli 2023.
Foto: AP Photo/Ariel Schalit
Tentara Israel mengusir APC dari kota Jenin di Tepi Barat yang diduduki, selama serangan militer Israel di kubu militan di kamp pengungsi Jenin, Selasa, 4 Juli 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JENIN -- Militer Israel mulai menarik pasukan di wilayah pendudukan Tepi Barat pada Selasa (4/7/2023) malam. Penarikan ini menghentikan operasi intens dua hari yang menewaskan sedikitnya 13 warga Palestina, mengusir ribuan orang dari rumah, dan meninggalkan banyak kerusakan.

Tapi pertempuran sengit antara pasukan Israel dan militan Palestina berlanjut di beberapa bagian kamp pengungsi Jenin. Kondisi ini pun  menunda penarikan yang direncanakan. Tepat setelah tengah malam, penduduk di kamp pengungsi Jenin mengatakan, tentara telah meninggalkan daerah tersebut.

Baca Juga

Tepat setelah tengah malam, tentara Israel mengatakan, seorang tentara tewas dalam pertempuran itu. Tidak ada rincian lebih lanjut atas peristiwa itu.

Saat mengunjungi pos militer di luar Jenin, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengindikasikan bahwa operasi tersebut, salah satu yang paling intens di wilayah itu dalam hampir dua dekade, sudah mendekati akhir. Namun dia berjanji akan melakukan operasi serupa di masa depan.

“Saat ini kami sedang menyelesaikan misi, dan saya dapat mengatakan bahwa operasi ekstensif kami di Jenin bukanlah satu kali saja,” katanya.

Militer Israel mengatakan pihaknya melakukan serangan udara pada Selasa malam dengan menargetkan jaringan milisi yang terletak di pemakaman. Orang-orang bersenjata mengancam pasukan bergerak keluar dari kamp. Tidak ada kata langsung tentang korban.

Pejabat Israel dan Palestina juga melaporkan pertempuran di dekat sebuah rumah sakit di Jenin Selasa malam. Reporter //Associated Press// di lapangan bisa mendengar ledakan dan suara tembakan. Pejabat rumah sakit Palestina mengatakan kepada kantor berita resmi Palestina //Wafa//, bahwa tiga warga sipil terkena tembakan Israel.

Seorang pejabat keamanan Israel membenarkan bahwa pasukan telah mulai pergi. Namun dia mengatakan, penarikan itu diperumit oleh pertempuran itu. Dia berbicara dengan syarat anonim sambil menunggu pengumuman resmi.

Perkembangan itu terjadi beberapa jam setelah seorang anggota Hamas menabrakkan mobilnya ke halte bus di Tel Aviv yang penuh sesak. Dia mulai menikam orang, melukai delapan orang, termasuk seorang perempuan hamil yang dilaporkan kehilangan bayinya.

Penyerang itu dibunuh oleh seorang bersenjata. Hamas mengatakan, serangan tersebut adalah balas dendam atas serangan Israel di Tepi Barat.

Serangan besar-besaran itu terjadi di tengah lonjakan kekerasan selama lebih dari setahun yang telah menciptakan tantangan bagi pemerintah sayap kanan Netanyahu. Pemerintahan Israel saat ini  didominasi oleh kelompok ultranasionalis yang menyerukan tindakan lebih keras terhadap milisi Palestina.

Lebih dari 140 warga Palestina meninggal tahun ini di Tepi Barat. Serangan Palestina yang menargetkan warga Israel telah menewaskan sedikitnya 25 orang, termasuk penembakan bulan lalu yang menewaskan empat pemukim.

Dengan serangan udara dan kehadiran pasukan darat yang besar, serangan itu menjadi ciri khas taktik militer Israel selama pemberontakan Palestina kedua di awal tahun 2000-an. Namun ada juga perbedaan. Cakupannya lebih terbatas, dengan operasi militer Israel difokuskan pada beberapa benteng milisi Palestina. 

Tapi operasi berkelanjutan baru ini telah menimbulkan peringatan dari kelompok kemanusiaan tentang situasi yang memburuk. Doctors Without Borders menuduh tentara menembakkan gas air mata ke rumah sakit. Tindakan itu membuat ruang gawat darurat penuh dengan asap dan memaksa pasien gawat darurat dirawat di aula utama.

Kantor kepala hak asasi manusia PBB mengatakan, skala operasi tersebut meningkatkan sejumlah masalah serius sehubungan dengan norma dan standar hak asasi manusia internasional. Hal ini merusak perlindungan dan menghormati hak untuk hidup.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement