Rabu 05 Jul 2023 21:45 WIB

Presiden Macron: Pembatasan Akses Internet pada Masa Krisis Diperlukan

Aksi protes terhadap pembunuhan remaja di Prancis mulai mereda.

Otoritas penegak hukum di Prancis pada Kamis (29/6/2023) menangkap 176 orang dalam kerusuhan yang pecah setelah kematian seorang remaja berusia 17 tahun
Foto: AP
Otoritas penegak hukum di Prancis pada Kamis (29/6/2023) menangkap 176 orang dalam kerusuhan yang pecah setelah kematian seorang remaja berusia 17 tahun

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan, memutus akses internet selama masa krisis seperti saat ini mungkin diperlukan. Tindakan itu dilakukan di tengah aksi protes, meski aksi atas pembunuhan remaja keturunan Afrika Utara tersebut tampaknya mulai mereda pada Selasa (4/7/2023).

"Kita harus mulai memulihkan tatanan berkelanjutan sebagai prioritas mutlak kita," kata Macron dalam pertemuan wali kota dari kota-kota di mana aksi protes berubah menjadi kekerasan saat kerusuhan telah melewati puncaknya.

Baca Juga

"Saya akan berhati-hati dalam beberapa hari dan pekan ke depan, tetapi puncaknya telah lewat," kata presiden kepada sejumlah walikota di Istana Elysee, Paris, menurut media Prancis BFMTV.

"Ketika segalanya mereda, mungkin seharusnya ada peraturan atau pembatasan akses (internet). Ini seharusnya tidak dilakukan di saat keadaan memuncak, dan saya senang kita tidak harus melakukan itu," kata Macron.

Macron juga meminta peninjauan mengenai penggunaan media sosial oleh para anak muda dan menyebutkan tentang pembatasan.

Sementara itu, polisi menangkap 16 orang pada Selasa malam, termasuk tujuh di Paris, dari keterangan Kementerian Dalam Negeri pada Rabu yang dikutip harian Le Figaro. Angka tersebut menurun tajam dari malam sebelumnya.

Lebih dari 110 kebakaran di jalan umum dimulai dan 78 kendaraan dibakar, menurut kementerian tersebut.

Aksi protes dimulai pekan lalu ketika seorang polisi menembak mati Nahel M, warga keturunan Aljazair saat pengecekan lalu lintas di pinggiran Paris, Nanterre, setelah dia diduga mengabaikan perintah berhenti. Petugas yang melakukan penembakan mematikan itu menghadapi penyelidikan resmi untuk pembunuhan disengaja dan telah ditempatkan di bawah penahanan awal.

Setelah dimulai di Nanterre, aksi protes meluas cepat ke kota-kota lain, termasuk Lyon, Toulouse, Lille, dan Marseille. Ketegangan meningkat dengan terjadinya bentrokan antara polisi dengan pemrotes.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement