REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Masa keketuaan Indonesia di ASEAN sudah berlangsung hampir tujuh bulan. Isu terkait krisis Myanmar menjadi salah satu tugas besar yang mesti dihadapi dan ditangani Indonesia. Sejauh ini, upaya untuk membantu penyelesaian krisis di Myanmar masih tersendat di tahap mengajak para pihak di negara tersebut untuk terlibat dialog inklusif.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengungkapkan, selama hampir tujuh bulan menjabat ketua ASEAN, Indonesia telah melakukan kontak intensif dan inklusif dengan para pihak di Myanmar. “110 engagements telah dilakukan, baik berupa pertemuan in person, virtual, maupun melalui percakapan per telepon, termasuk engagements saya secara in person, baik dengan menlu NUG (National Unity Government) maupun menlu SAC (State Administration Council) dalam beberapa kali,” katanya saat memberikan pengarahan pers di Ruang Nusantara Kementerian Luar Negeri, Jumat (7/7/2023).
NUG merupakan pemerintahan bayangan Myanmar. Di dalamnya terdiri dari loyalis Aung San Suu Kyi yang pemerintahannya digulingkan militer Myanmar pada Februari 2021. Sementara SAC adalah junta yang kini memerintah Myanmar.
Retno mengungkapkan, kontak intensif dan inklusif dengan para pihak di Myanmar penting dilakukan. Hal itu bertujuan membangun kepercayaan, mendengarkan posisi masing-masing pihak, menjembatani perbedaan, mendorong de-eskalasi, serta mendorong dialog inklusif.
Retno menekankan, engagements atau keterlibatan dengan para pihak di Myanmar bukan merupakan tujuan. Ia hanya alat untuk mencapai tujuan, yaitu dialog inklusif untuk mencapai perdamaian yang tahan lama.
“Oleh karena itu engagements ini merupakan building block yang pertama. Saat ini sudah waktunya building block kedua mulai dibangun, yaitu mendorong dialog di antara para pihak menuju dialog inklusif nasional,” ujar Retno.
“Oleh karena itu, dalam pertemuan saya, baik dengan menlu NUG dan menlu SAC, saya telah sampaikan pentingnya dialog inklusif,” tambah Retno.
Menurut Retno, dialog inklusif merupakan satu-satunya jalan jika para pihak di Myanmar menginginkan perdamaian. “Semua pihak luar harus mendorong dilakukannya dialog inklusif di Myanmar,” ujarnya.
Retno menambahkan, selain dengan para pihak di Myanmar, Indonesia juga menjalin keterlibatan atau kontak dengan negara-negara tetangga Myanmar serta pihak kunci lainnya. Krisis Myanmar menjadi salah satu isu yang bakal dibahas dalam ASEAN Foreign Ministers Meeting ke-56. Pertemuan itu akan digelar di Jakarta pada 11-14 Juli 2023 mendatang.
Krisis di Myanmar pecah setelah militer melakukan kudeta terhadap pemerintahan sipil di sana pada Februari 2021. Mereka menangkap pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan beberapa tokoh senior partai National League for Democracy (NLD). NLD adalah partai yang dipimpin Aung San Suu Kyi.
Setelah kudeta, hampir seluruh wilayah di Myanmar diguncang gelombang demonstrasi. Massa menentang kudeta dan menyerukan agar para pemimpin sipil yang ditangkap dibebaskan. Namun militer Myanmar merespons aksi tersebut secara represif dan brutal. Menurut Assistance Association for Political Prisoners (AAPP), sedikitnya 3.240 warga sipil telah tewas di tangan militer Myanmar sejak kudeta terjadi. Penghitungannya tidak termasuk semua korban dari pertempuran.
Menurut PBB, setidaknya 1,2 juta orang juga telah terlantar atau kehilangan tempat tinggal akibat pertempuran pasca-kudeta.