REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG -- Mahkamah Internasional akan menggelar sidang yang diminta Belanda dan Kanada. Sidang yang dijadwalkan 19 dan 20 Juni mendatang akan memerintahkan Suriah menghentikan segala bentuk penyiksaan dan penangkapan sewenang-wenang dalam kasus yang menuduh negara itu melanggar perjanjian anti-penyiksaan PBB.
Sidang di Peace Palace, Den Haag ini menandai penyelidikan pertama pengadilan internasional atas pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Suriah selama konflik yang berlangsung selama 12 tahun.
Bulan lalu Mahkamah Internasional atau yang juga dikenal sebagai Pengadilan Dunia mengumumkan Belanda dan Kanada mengajukan kasus terhadap Damaskus atas pelanggaran konvensi PBB yang melarang penyiksaan sejak 2011.
Pemerintah Suriah dan Presiden Bashar al-Assad menolak tuduhan penyiksaan dan pembunuhan ekstrayudisial selama perang. PBB mengatakan perang sipil Suriah merenggut nyawa ratusan ribu orang.
Dalam pengajuan tindakan darurat, Kanada dan Belanda meminta Mahkamah Internasional untuk memerintahkan Suriah menghentikan semua tindakan penyiksaan dan perlakuan keji dan penahanan sewenang-wenang.
Mahkamah Internasional atau ICJ dapat mengeluarkan perintah semacam itu untuk memastikan situasi tidak memburuk beberapa tahun yang biasanya diperlukan pengadilan untuk memutuskan gugatan utama. Namun ICJ tidak memiliki wewenang untuk menegakkan perintah pengadilan.
Kasus di ICJ ini merupakan sidang pertama pengadilan internasional untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah Assad atas pelanggaran hak asasi manusia dan penyiksaan. Sejumlah pejabat rezim Suriah sudah diadili atas tindakan penyiksaan dalam kasus yurisdiksi universal di Jerman, tapi kasus-kasus itu hanya meminta pertanggung jawaban individu.
"Ini berbeda karena meminta pertanggungjawaban negara atasu penyiksaan yang dilakukan dalam skala industri," kata pengacara asal Inggris Tody Cadman yang memberikan saran pada pemerintah Belanda dalam kasus ini.