REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL - Korea Utara (Korut) pada Senin (10/7/2023) mengecam rencana Amerika Serikat (AS) mengirim kapal selam nuklir strategis ke Korea Selatan (Korsel), memperingatkan hal itu "bisa memicu krisis terburuk konflik nuklir yang pernah terjadi".
AS telah berjanji mengirim kapal selam rudal balistik berkemampuan nuklir ke Korsel dalam Deklarasi Washington yang dikeluarkan oleh Presiden Yoon Suk Yeol dan Presiden AS Joe Biden selama pertemuan puncak mereka di Washington pada April untuk lebih meningkatkan "jarak pandang normal" aset strategis di Semenanjung Korea.
"Pengerahan kapal selam nuklir strategis AS yang membawa hulu ledak nuklir di Semenanjung Korea berarti bahwa senjata nuklir strategis AS akan muncul di semenanjung untuk pertama kalinya sejak 1981," kata juru bicara Kementerian Pertahanan Korut dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh Kantor Berita Pusat Korea (KCNA).
"Ini adalah situasi yang sangat berbahaya karena ini akan membawa ketegangan militer regional ke tingkat yang lebih kritis dan dapat memicu krisis terburuk konflik nuklir yang pernah terjadi," kata juru bicara yang tidak bersedia disebutkan namanya.
Juru bicara itu menyebut rencana AS untuk mengirim kapal selam nuklir strategis ke semenanjung sebagai "pemerasan nuklir terang-terangan terhadap" Korut.
Korut "harus menunjukkan dengan cara yang paling jelas bagaimana kami akan mengambil aksi balasan, untuk mencegah AS melakukan tindakan sembrono dengan mudahnya," kata juru bicara itu.
Juru bicara itu juga menuduh pesawat mata-mata AS mengganggu wilayah udaranya baru-baru ini, mengancam bahwa tidak ada jaminan pesawat tersebut tidak akan ditembak jatuh.
"Secara khusus, pesawat pengintai strategis Angkatan Udara AS secara ilegal menyusup ke wilayah udara DPRK yang tidak dapat diganggu gugat di atas Laut Timur, puluhan kilometer, beberapa kali," kata juru bicara itu.
DPRK adalah singkatan dari nama resmi Korut, Republik Demokratik Rakyat Korea.
"Tidak ada jaminan bahwa insiden mengejutkan seperti jatuhnya pesawat pengintai strategis Angkatan Udara AS tidak akan terjadi di Laut Timur Korea," kata juru bicara itu.
Pejabat itu mengutip mengutip beberapa insiden di masa lalu ketika Korut menembak jatuh pesawat AS, termasuk pesawat pengintaian EC-121 pada 1969 dan helikopter militer pada 1994.
Sementara itu, militer Korsel membantah klaim Korut bahwa wilayah udaranya dilanggar sebagai sesuatu yang "tidak benar" dan menyebut penerbangan yang dilakukan oleh aset pengawasan udara AS di sekitar semenanjung sebagai bagian dari aktivitas pengawasan rutin.
"(Kami) dengan tegas mendesak penghentian aksi yang menciptakan ketegangan melalui klaim palsu tersebut," kata juru bicara Kepala Staf Gabungan Kolonel Lee Sung-jun kepada wartawan.