REPUBLIKA.CO.ID, SREBRENICA -- Warga Yahudi dan Muslim berkumpul pada Senin (10/7/2023) di Bosnia Herzegovina pada malam peringatan 28 tahun pembantaian Srebrenica. Peristiwa ini menjadi satu-satunya aksi genosida yang diakui di Eropa sejak peristiwa Holocaust di Perang Dunia ke II (PD II).
Kebersamaan umat Yahudi dan Muslim ini, untuk menunjukkan kepedulian dan mengenang rasa sakit yang sama mereka rasakan. Dan berusaha untuk membantu menyingkirkan kebencian dan kefanatikan atas dampak politik agama di dunia.
Lebih dari 8.000 orang warga Bosnia - sebagian besar Muslim - pria dan anak laki-laki dibunuh pada Juli 1995 di Srebrenica. Aksi genosida ini terjadi setelah pasukan Serbia yang Kristen menguasai kota ini di bagian timur. Pembantaian ini telah dinyatakan sebagai genosida oleh dua pengadilan PBB.
"Sangatlah penting bagi masa depan orang-orang Yahudi dan orang-orang (Muslim) Bosnia, bagi kita untuk bersatu dalam mengenang untuk memastikan bahwa kekejaman semacam ini tidak akan terjadi di masa depan," kata Menachem Rosensaft, penasihat umum Kongres Yahudi Sedunia, kepada The Associated Press.
Organisasi yang didirikan pada tahun 1936, World Jewish Congress, atau WJC, adalah organisasi internasional terkemuka yang menghubungkan dan melindungi komunitas Yahudi di seluruh dunia, di lebih dari 100 negara.
Rosensaft memimpin delegasi cendekiawan dan diplomat muda Yahudi yang menghadiri konferensi yang diselenggarakan bersama oleh WJC dan Srebrenica Memorial Center. Acara ini untuk melestarikan ingatan kolektif para korban genosida dan menghadapi penyangkalan Holocaust dan genosida.
Konferensi yang berlangsung selama satu hari, yang diadakan di Srebrenica sebagai bagian dari upacara peringatan tahun ini. Ini berfungsi sebagai forum bagi kedua komunitas untuk berbicara tentang hidup dengan rasa sakit karena menjadi korban kejahatan utama kefanatikan politik dan kebencian ke komunitas agama tertentu.
"Jika kita sebagai orang Yahudi dan sebagai Muslim memahami bahwa kita juga merasakan kepedihan tersebut, kita dapat membangunnya secara konstruktif untuk membangun dunia di luar penderitaan di mana (genosida) tidak terbayangkan," ujar Rosensaft, yang merupakan putra dari dua orang Yahudi yang selamat dari kamp konsentrasi Nazi Auschwitz dan Bergen-Belsen.
Pembantaian Srebrenica merupakan puncak berdarah dari perang Bosnia pada tahun 1992-1995. Peristiwa pembantaian ini terjadi setelah pecahnya negara Yugoslavia yang memicu hasrat nasionalisme dan ambisi teritorial yang mempertentangkan etnis Serbia dengan dua etnis lain di negara tersebut, yaitu Kroasia dan Bosnia.
Pada bulan Juli 1995, orang-orang Serbia di Bosnia menyerbu sebuah tempat perlindungan yang dilindungi PBB di Srebrenica. Mereka memisahkan pria dan anak laki-laki suku Bosniak yang Muslim dari istri, ibu, dan saudara perempuan mereka. Mereka yang melarikan diri dikejar hingga ke hutan di sekitar kota, dan mereka yang nahas tertangkap langsung dibantai dan dieksekusi.
Para pelaku kemudian menumpuk tubuh korban warga muslim Bosnia ke dalam kuburan massal yang dibuat dengan tergesa-gesa. Di mana, kemudian mereka gali dengan buldoser, menyebarkan sisa-sisa jenazah di antara lokasi pemakaman lainnya untuk menyembunyikan bukti kejahatan perang mereka.
Para pemimpin Serbia di Bosnia dan negara tetangganya, Serbia, terus menyangkal bahwa genosida terjadi di Srebrenica. Bahkan ketika jenazah para korban pembantaian masih terus digali dari kuburan-kuburan massal dan diidentifikasi melalui analisis DNA.
Korban yang baru diidentifikasi dimakamkan kembali setiap tahun pada tanggal 11 Juli, hari dimana pembunuhan dimulai pada tahun 1995, di pemakaman peringatan yang luas di luar kota di bagian timur. Pada hari Selasa (11/7/2023), sisa-sisa dari 30 orang lagi akan dikebumikan.