Selasa 11 Jul 2023 13:03 WIB

Kota Johannesburg Turun Salju, Eropa Dihantam Gelombang Panas

Penduduk kota Johannesburg, terpana oleh hujan salju pertama dalam satu dekade

Rep: Dwina Agustin / Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Penduduk kota terbesar di Afrika Selatan, Johannesburg, terpana oleh hujan salju pertama dalam lebih dari satu dekade
Foto: AP
Penduduk kota terbesar di Afrika Selatan, Johannesburg, terpana oleh hujan salju pertama dalam lebih dari satu dekade

REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG -- Penduduk kota terbesar di Afrika Selatan, Johannesburg, terpana oleh hujan salju pertama dalam lebih dari satu dekade pada Senin (10/7/2023). Beberapa anak bahkan baru melihat salju untuk pertama kalinya.

Sebagian Afrika Selatan secara teratur menerima hujan salju selama bulan-bulan musim dingin di belahan bumi selatan sekitar Juni hingga Agustus. Namun, wilayah Johannesburg terakhir kali turun salju pada Agustus 2012.

Setelah berfoto di Lapangan Nelson Mandela, Jennifer Banda mengatakan, dia sedang hamil saat terakhir kali turun salju. "Sebelas tahun ke depan, sangat menyenangkan bahwa kita memiliki salju," katanya.

Selatan kota di Brackenhurst, seorang fotografer Reuters melihat anak-anak membuat bola salju dan malaikat salju di halaman sekolah. Namun, bagi yang lain, seperti sopir pengiriman Chenjerai Murape yang sepeda motornya tidak mau hidup, salju membuat hidup menjadi sulit.

"Saya mencoba menghangatkan mesin agar bisa menyala... kalau tidak saya akan menendang motor sepanjang hari," ujar Murape.

Dinas Cuaca Afrika Selatan telah mengeluarkan peringatan karena cuaca dingin yang melanda provinsi Gauteng, termasuk Johannesburg dan ibu kota Pretoria. Salju juga terlihat di area batubara di provinsi Mpumalanga, banyak pembangkit listrik milik perusahaan utilitas listrik publik Afrika Selatan Eskom berada.

Sementara di Eropa, gelombang panas telah menewaskan lebih dari 60.000 orang pada musim panas lalu. Ahli statistik Uni Eropa membunyikan lonceng peringatan pada Agustus setelah mencatat kenaikan jumlah kematian selama musim panas terpanas di Eropa.

Pakar kesehatan masyarakat mengambil data dan menggunakan model epidemiologi untuk mengetahui berapa banyak kematian akibat kenaikan suhu. Mereka menemukan 61.672 orang meninggal karena penyebab panas di Eropa antara 30 Mei dan 4 September 2022. Tingkat kematian tertinggi di Italia, Yunani, Spanyol, dan Portugal.

"Hanya sebagian kecil dari kematian terkait panas yang berasal dari sengatan panas.  Dalam kebanyakan kasus, cuaca panas membunuh orang dengan menghentikan tubuh mengatasi masalah kesehatan yang ada seperti penyakit jantung dan paru-paru," kata Joan Ballester, profesor riset rekanan di bidang iklim dan kesehatan di Barcelona Institute for Global Health, dilaporkan The Guardian, Senin (10/7/2023).

Dalam setiap minggu di musim panas 2022, studi tersebut menemukan, suhu rata-rata di Eropa melebihi nilai dasar dari tiga dekade sebelumnya. Panas terhebat berlangsung dari 18 hingga 24 Juli, yang menewaskan 11.637 orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement