REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia, Vladimir Putin, pada Senin (17/7/2023), mengatakan Kementerian Pertahanan sedang mempersiapkan proposal untuk menanggapi serangan yang merusak jembatan penghubung antara Krimea ke Rusia selatan. Putin menuding serangan itu dilakukan oleh Ukraina.
Putin menggelar rapat darurat dengan pejabat nasional dan regional untuk menilai konsekuensi dari serangan itu. Putin menyebut serangan itu sebagai tindakan yang kejam dan tidak masuk akal.
"Jembatan itu sudah lama tidak digunakan untuk transportasi militer," ujar Putin.
Pihak berwenang Rusia mengatakan, satu keluarga menjadi korban atas ledakan di jembatan tersebut. Sepasang suami istri tewas, sementara putri mereka yang berusia 14 tahun terluka. Keluarga ini hendak pergi berlibur dan mobil mereka dihantam serangan ketika melintasi jembatan Krimea.
Kiev tidak secara resmi mengklaim bertanggung jawab. Tetapi media Ukraina mengatakan, dinas keamanan Ukraina telah mengerahkan drone maritim ke jembatan tersebut.
Serangan itu mirip dengan serangan yang terjadi pada Oktober, yang secara implisit diklaim oleh Ukraina. Ketika itu, serangan membuat jembatan dan rel kereta api tidak berfungsi untuk sementara waktu.
Setelah insiden serangan itu, Putin menuntut proposal 'konkret' untuk memastikan keamanan jembatan tersebut. Jembatan ini menjadi sebuah proyek prestise yang dibangun Putin setelah Rusia merebut Krimea dari Ukraina pada 2014.
Serangan terbaru bertepatan dengan musim liburan musim panas. Turis Rusia yang ingin berkendara dari atau ke Krimea akan menghadapi kemungkinan antrean panjang untuk feri atau mobil, untuk melintasi wilayah yang direbut oleh Rusia.
Wakil Perdana Menteri, Marat Khusnullin mengatakan, tidak ada kerusakan pada tiang jembatan sepanjang 19 kilometer. Tetapi satu jalur lalu lintas di atas jembatan itu telah hancur total dan harus dibangun kembali.
Dia mengatakan, pihak berwenang memberlakukan lalu lintas satu arah hingga 15 September. Lalu lintas di kedua arah akan dipulihkan pada 1 November.