REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada Senin (17/7/2023), mengundang Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk kunjungan resmi ke Washington pada akhir tahun ini. Sebelumnya, Biden telah menunda memberikan undangan resmi karena khawatir tentang perombakan yudisial yang dilakukan oleh Netanyahu dan perluasan permukiman Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat.
Biden menyampaikan undangan tersebut selama panggilan telepon dengan Netanyahu, sehari sebelum kunjungan Presiden Israel Isaac Herzog ke Washington. House of Representatives dan Senat AS telah mengundang Herzog untuk berpidato dalam pertemuan gabungan Kongres pada Rabu (19/7/2023). Tetapi beberapa anggota Kaukus Progresif Kongres telah mengisyaratkan bahwa mereka mungkin tidak akan menghadiri pidato tersebut.
Seorang pejabat senior pemerintah AS mengatakan, Biden dan Netanyahu telah setuju untuk bertemu akhir tahun ini di Amerika Serikat. Masih belum diketahui apakah pertemuan itu akan berlangsung di Gedung Putih.
Netanyahu kembali berkuasa lebih dari enam bulan lalu. Tetapi Biden dengan tegas menolak untuk mengeluarkan undangan kunjungn resmi kepada Israel. Secara tradisional Washington selalu memberikan undangan kunjungan resmi kepada pemerintahan baru Israel.
Namun pemerintahan Netanyahu bersama koalisi sayap kanannya saat ini telah menuai kritik dari pejabat AS, termasuk Menteri Pertahanan Lloyd Austin selama kunjungan ke Israel pada Maret. Washington mengkritik meningkatnya kekerasan di Tepi Barat, tindakan pemerintah Israel yang mengizinkan pembangunan pemukiman Yahudi, dan komentar yang menghasut dari anggota kabinet Netanyahu.
Netanyahu mengatakan kepada Biden bahwa dia akan mencoba untuk membentuk konsensus publik yang luas untuk perombakan yudisial. Undang-undang tersebut telah memicu protes anti-pemerintah di Israel selama berbulan-bulan.
Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan, Biden tetap prihatin dengan perombakan yudisial, serta aktivitas dan perilaku ekstremis oleh beberapa anggota kabinet Netanyahu.
"Kekhawatiran itu masih berlaku. Mereka mengganggu. Kami ingin melihat Israel menjadi (negara) demokrasi yang semarak dan layak. Itu berarti Anda membangun program dan reformasi dan perubahan dengan cara yang didasarkan pada kompromi serta konsensus seluas mungkin di seluruh organisasi pemerintahan," kata Kirby.
Kirby mengatakan, dalam panggilan telepon tersebut Biden kembali menekankan perlunya mengejar solusi dua negara sebagai jalan keluar untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina dan untuk meningkatkan keamanan di Tepi Barat. Biden dan Netanyahu juga membahas upaya untuk melawan program nuklir Iran.
Pemerintah Israel mengatakan, Biden dan Netanyahu berbagi percakapan 'panjang dan hangat'. Mereka berfokus pada mengekang ancaman dari Iran dan proksi-proksinya, serta memperkuat aliansi antara kedua negara.