REPUBLIKA.CO.ID, ST PETERSBURG -- Rusia siap untuk mencari cara untuk mencapai resolusi damai atas situasi di sekitar Ukraina, meskipun bagi Moskow, Barat cenderung bertindak semata-mata untuk kepentingan mereka sendiri dalam setiap konflik internasional. Hal itu disampaikan Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan dalam sebuah pertemuan dengan para pemimpin nasional Afrika, dilansir dari TASS, Sabtu (29/7/2023).
"Apakah mereka lupa bahwa mereka telah menghancurkan situasi di Sudan? Apakah mereka lupa apa yang mereka lakukan di Suriah? Mereka tidak peduli dengan Piagam PBB, mereka hanya ingat tentang hukum internasional, ketika mereka percaya bahwa instrumen ini dapat digunakan untuk melawan seseorang - dalam hal ini Rusia," kata Putin.
"Mereka tidak akan mencapai apa pun, ini terlalu primitif. Jika mereka ingin seseorang mematuhi Piagam PBB dan tindakan hukum internasional lainnya, mereka harus berusaha untuk mematuhi norma-norma yang sama. Namun, ini tidak berarti bahwa kami tidak menginginkan dan tidak mencari penyelesaian damai atas konflik apa pun," ujar Putin melanjutkan.
Putin berbicara kepada para pemimpin Afrika, untuk menekankan upaya para pemimpin Afrika terwujudnya perdamaian antara Rusia dan Ukraina, karena konflik telah berdampak pada pasokan pangan dunia khususnya negara Afrika yang miskin. "Pendekatan Anda, ide-ide Anda - semua ini menggemakan poin-poin dari rencana perdamaian yang juga diusulkan Cina untuk penyelesaian Ukraina, yang dipresentasikan pada bulan Februari lalu," tambah Putin.
Namun Putin mengingatkan, bahwa Ukraina saat ini telah menerbitkan dasar hukum khusus yang melarang negosiasi dengan Rusia. "Kami, di pihak kami, tidak pernah menolak negosiasi, kami selalu mengatakan bahwa kami siap untuk dialog lebih lanjut," Putin menggarisbawahi.
Putin menegaskan kembali bahwa Rusia "selalu menyatakan kesiapannya untuk melakukan negosiasi secara terbuka. Dia menunjukkan bahwa "rancangan perjanjian [perdamaian] telah dinegosiasikan secara efektif" sebelumnya.
"Namun, setelah penarikan pasukan kami (Rusia) dari pinggiran Kiev - dan kami diminta untuk melakukannya untuk menciptakan kondisi untuk penandatanganan perjanjian akhir - pihak berwenang Kiev mengingkari semua perjanjian sebelumnya," katanya.
"Oleh karena itu saya percaya bahwa bola sepenuhnya berada di tangan mereka. Saya tidak akan mengatakan detail dari apa yang kami negosiasikan sekarang, itu tidak pantas. Namun, tidak semua orang tahu itu, dan kami tahu betul bahwa Kiev memperoleh kemerdekaannya saat pembubaran Uni Soviet," katanya menerangkan.
Dan kemerdekaan Ukraina, "berdasarkan deklarasi kemerdekaan, dan deklarasi ini menyatakan dengan jelas bahwa Ukraina adalah negara netral. Ini sangat penting bagi kami. Kini tidak begitu jelas bagi kami, mengapa Barat mulai menarik Ukraina ke dalam NATO," Putin menyimpulkan, seraya menambahkan bahwa, menurut pendapat Moskow, inilah yang menjadi ancaman mendasar bagi kepentingan Rusia. (TASS)
Para pemimpin Afrika bertemu Presiden Rusia, Vladimir Putin, pada hari Jumat untuk melanjutkan rencana perdamaian mereka untuk mengakhiri konflik Ukraina. Hal ini penting untuk memperbarui kesepakatan mengenai ekspor biji-bijian Ukraina yang aman di masa perang yang dihentikan oleh Moskow pekan lalu, Reuters melaporkan.
Meskipun tidak secara langsung mengkritik Rusia, intervensi mereka pada hari kedua KTT ini lebih terpadu dan lebih kuat dibandingkan intervensi-intervensi yang telah disuarakan oleh negara-negara Afrika sampai saat ini. Intervensi tersebut menjadi pengingat akan besarnya keprihatinan Afrika terhadap konsekuensi perang, terutama kenaikan harga pangan.
"Perang ini harus diakhiri. Dan itu hanya bisa berakhir atas dasar keadilan dan akal sehat," kata Ketua Komisi Uni Afrika, Moussa Faki Mahamat, kepada Putin dan para pemimpin Afrika di St Petersburg.
"Gangguan pasokan energi dan biji-bijian harus segera diakhiri. Kesepakatan biji-bijian harus diperpanjang untuk kepentingan semua orang di dunia, khususnya penduduk Afrika."
Penarikan diri Rusia dan pengebomannya terhadap pelabuhan-pelabuhan dan gudang-gudang gandum di Ukraina telah memicu tuduhan dari Ukraina dan Barat bahwa Rusia menggunakan makanan sebagai senjata perang, dan mendorong kenaikan harga gandum global sekitar 9 persen. Walaupun hal itu dibantah Moskow.
Asosiasi Biji-bijian Ukraina memperkirakan pada bulan Mei bahwa 4 juta metrik ton biji-bijian Ukraina telah dicuri sejak Rusia melancarkan invasi berskala besar pada bulan Februari tahun lalu. Namun pada hari Kamis, Putin berjanji untuk memberikan hingga 300.000 ton gandum Rusia secara gratis. Namun itu dikritik Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, sebagai hanya "segelintir sumbangan" kepada enam negara yang menghadiri pertemuan tersebut.
Assoumani mengatakan bahwa tawaran Putin mungkin tidak cukup, dan yang dibutuhkan adalah gencatan senjata.
Putin berusaha menggunakan acara ini untuk menyuntikkan momentum baru ke dalam hubungan Rusia dengan Afrika dan meminta dukungannya dalam melawan apa yang dia gambarkan sebagai hegemoni AS dan neo-kolonialisme Barat.
Banyak dari para pemimpin yang menyampaikan pujian atas catatan dukungan Moskow terhadap negara mereka dalam perjuangan pembebasan abad ke-20. Termasuk deklarasi terakhir menjanjikan bahwa Rusia akan membantu mereka mencari kompensasi atas kerusakan yang ditimbulkan oleh pemerintahan kolonial dan menjamin pemulihan harta budaya yang dijarah.
Para pemimpin Mali dan Republik Afrika Tengah, yang pemerintahannya sangat bergantung pada jasa kelompok tentara bayaran Rusia, Wagner, keduanya menyampaikan rasa terima kasih mereka kepada Putin.
Presiden Faustin Archange Touadera mengatakan bahwa hubungan CAR dengan Rusia telah membantunya menyelamatkan demokrasi dan menghindari perang saudara, dan berterima kasih kepada Rusia "karena telah membantu kami menentang hegemoni asing".