REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Mantan presiden Rusia Dmitry Medvedev mengatakan pada Ahad (30/7/2023), Rusia harus menggunakan senjata nuklir jika serangan balasan Ukraina yang sedang berlangsung berhasil. Dia menyatakan melalui akun media sosial, Moskow akan dipaksa untuk mundur dari doktrin nuklirnya sendiri dalam skenario seperti itu.
“Bayangkan jika ofensif, yang didukung oleh NATO, berhasil dan mereka merobek sebagian tanah kami maka kami akan dipaksa untuk menggunakan senjata nuklir sesuai aturan keputusan dari presiden Rusia," ujar wakil ketua Dewan Keamanan Rusia, sebuah badan yang diketuai oleh Presiden Rusia. Vladimir Putin
"Tidak akan ada pilihan lain. Jadi musuh kita harus berdoa untuk (kesuksesan) prajurit kita. Mereka memastikan bahwa api nuklir global tidak tersulut," katanya.
Medvedev tampaknya mengacu pada bagian dari doktrin nuklir Rusia yang menetapkan bahwa senjata itu dapat digunakan sebagai tanggapan atas agresi terhadap Rusia. Saat ini Ukraina mencoba untuk merebut kembali wilayah yang telah dianeksasi secara sepihak oleh Rusia dan dinyatakan sebagai bagian dari wilayahnya.
Putin mengatakan pada Sabtu (29/7/2023), bahwa tidak ada perubahan medan perang yang serius untuk dilaporkan dalam beberapa hari terakhir. Dia mengatakan, Ukraina telah kehilangan banyak peralatan militer dari yang diharapkan sejak 4 Juni.
Kritikus Istana Kremlin di masa lalu menuduh Medvedev membuat pernyataan ekstrem dalam upaya menghalangi negara-negara Barat untuk terus memasok senjata ke Ukraina. Namun, nyatanya Kiev selalu mendapatkan pasokan, yang terbaru dari AS dengan bantuan keamanan tambahan senilai 400 juta dolar AS. Bantuan itu terdiri dari rudal pertahanan udara, kendaraan lapis baja, dan drone mini.