REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan mengirimkan puluhan dokter dan perawat militer untuk membantu di lokasi perkemahan acara jambore pramuka dunia pada hari Kamis (3/8/2023). Upaya ini dilakukan setelah ratusan peserta remaja jatuh sakit akibat gelombang panas yang menghantam negara ginseng tersebut, di musim panas tahun ini.
Sedikitnya 600 peserta Jambore Pramuka Se-dunia, yang dimulai di barat daya Buan pada hari Selasa (1/8/2023), sejauh ini telah dirawat karena penyakit yang berhubungan dengan sengatan cuaca panas, kata para pejabat.
Acara Jambore ini bertepatan dengan musim panas paling parah, sebagaimana perkiraan yang telah dikeluarkan pemerintah dalam empat tahun terakhir. Ini diakibatkan suhu di beberapa bagian negara itu melebihi 38 derajat Celcius (100,4 Fahrenheit) pekan ini.
"Sebagian besar dari mereka mengalami gejala ringan, seperti sakit kepala, pusing dan mual dan semuanya kembali ke lokasi perkemahan mereka," kata seorang pejabat kebakaran di provinsi Jeolla Utara, barat daya Seoul, kepada wartawan.
Lebih dari 43.000 peserta, sebagian besar dari mereka adalah anggota kepanduan yang masih remaja berusia antara 14 dan 18 tahun. Mereka menghadiri jambore tersebut, yang merupakan pertemuan global pertama kepanduan sejak berakhirnya pandemi. Mereka berkemah di sebuah area lahan reklamasi di mana suhu diperkirakan akan mencapai 35 °C pada hari Kamis, (4/8/2023).
Secara nasional di Korsel, setidaknya cuaca panas telah berlangsung sepanjang tahun ini. Petualang selebriti asal Inggris, Bear Grylls, yang membuka jambore ini sebagai Kepala Pramuka, mendesak para peserta untuk tetap terhidrasi.
"Ini panas. Tolong saling menjaga satu sama lain," katanya dalam sebuah unggahan di Instagram.
Badan cuaca Korea Selatan memperkirakan gelombang panas akan berlangsung hingga minggu depan. Acara kemah kepanduan secara global ini berakhir pada 14 Agustus 2023 mendatang.
Perdana Menteri Korea Han Duck-Soo memerintahkan 30 orang dokter militer dan 60 perawat untuk pergi ke kamp untuk menangani keadaan darurat, kata kantornya. Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri dan Keamanan Lee Sang-min meminta lebih banyak ambulans, bus antar-jemput dan pendingin ruangan untuk tetap disiagakan.
Kristin Sayers, orang tua dari remaja yang ikut Jambore, berasal dari negara bagian Virginia, Amerika Serikat, mengatakan bahwa putranya pada awalnya harus tidur di tanah di perkemahan karena tenda-tenda belum siap. Seorang rekan pandunya, hanya harus diperiksa oleh petugas medis karena kepanasan, tambahnya.
"Moto Pramuka adalah 'Bersiaplah'. Bagaimana mungkin penyelenggara tidak siap? Saya kecewa karena mimpi anak saya lebih mirip mimpi buruk," katanya kepada Reuters.
Kementerian yang mengawasi penyelenggaraan acara tersebut mengatakan bahwa mereka memantau cuaca untuk memastikan keselamatan para peserta.