REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Banjir bandang menghantam daerah pegunungan di barat laut Cina menewaskan tiga dari tujuh orang yang mencoba menghindarinya. Jumlah korban jiwa akibat cuaca buruk di musim panas tahun ini semakin bertambah.
Pada Kamis (10/8/2023) media pemerintah Cina melaporkan tujuh orang itu berusaha mencari tempat aman di bukit di Provinsi Ginsi usai mendapat peringatan badai. Tapi banjir bandang membuat mereka terjebak pada tengah malam.
Tiga orang meninggal dunia sementara dua lagi masih belum ditemukan. Satu hari sebelumnya tujuh orang turis di Provinsi Sichuan tewas saat mengambil foto di area konservasi air. Air bendungan tiba-tiba meluap dan menyapu kelompok turis itu.
Kematian-kematian ini berkaitan dengan tingginya curah hujan dan banjir ekstrem di musim panas tahun ini. Suhu yang lebih panas memicu cuaca konvektif di dunia bagian utara.
Seorang perempuan berusia 27 tahun tahun hilang sejak 30 Juni lalu. Ketika banjir bandang menyapu tendanya di Provinsi Guizhou. Media Cina melaporkan teman perempuan itu ditemukan meninggal dunia.
Cuaca ekstrem semakin sering terjadi beberapa tahun terakhir. Hal ini dikhawatirkan sebagai tanda semakin cepatnya perubahan iklim terjadi.
Pada tahun 2021 lalu cuaca dingin di Gansu juga menewaskan 21 orang dalam acara ultramarathon. Para pelari mengalami hipotermia dan tertiup angin kencang.
Sejak Juli lalu badai datang dari Pasifik Barat yang membawa banjir di kota-kota di Cina mulai dari Xiamen di selatan sampai Beijing di utara. Menambah korban jiwa insiden yang berkaitan dengan cuaca.
Total korban jiwa di banjir di Ibukota pada Rabu kemarin naik tiga kali lipat menjadi 33 orang. Setelah Badai Doksuri menggenangi wilayah itu dengan hujan paling deras yang menghantam kota selama 140 tahun.
Beijing mencatat curah hujan dari 29 Juli sore sampai 2 Agustus pagi sekitar 744,8 millimeter atau 29 inch. Lebih banyak dibandingkan rata-rata curah hujan dalam satu tahun.