REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM -- Pameran kisah tentang para korban perang di Ukraina dibuka di Balai Kota Amsterdam pada Kamis (17/8/023). Dalam acara itu menawarkan visi perang di Ukraina seperti yang dialami oleh anak-anak yang terjebak dalam konflik yang menghancurkan.
Kota ini kembali menjadi saksi pameran dalam menyoroti konflik. Buku harian Anne Frank tentang Perang Dunia II saat bersembunyi bersama keluarganya dari pendudukan Nazi yang brutal juga pernah ditampilkan sebelum menyoroti cerita konflik di Ukraina.
“Pameran ini tentang rasa sakit melalui mata anak-anak,” kata Khrystyna Khranovska yang mengembangkan ide tersebut pada pembukaan.
“Sangat menyentuh hati setiap orang dewasa untuk menyadari penderitaan dan kesedihan yang dibawa oleh perang Rusia kepada anak-anak kita,” ujarnya.
Acara berjudul "War Diaries" ini termasuk tulisan-tulisan seperti yang ditulis Anne Frank di paviliun tersembunyi di belakang rumah sisi kanal Amsterdam. Namun, kali ini menunjukan cara modern anak-anak Ukraina merekam dan memproses pengalaman traumatis hidup selama masa perang, termasuk foto dan video.
Diantara peserta pameran adalah karya seni Mykola Kostenko yang kini berusia 15 tahun. Dia menghabiskan 21 hari dalam pengepungan di kota pelabuhan Mariupol.
Serangan tanpa henti di kota pelabuhan selatan menjadi simbol dorongan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menghancurkan Ukraina segera setelah Rusia menginvasi tetangganya pada Februari 2022. Hanya saja, serangan itu mendapatkan perlawanan dan ketahanan 430 ribu penduduknya.
Gambaran kondisi mencekam sejak saat itu tertuang di pulpen biru di atas kertas yang dirobek dari buku catatan. Hanya itu yang dimiliki Kostenko.
Salah satu yang terekam menunjukkan ruang bawah tanah kecil tempat Kostenko dan keluarganya berlindung dari peluru Rusia sebelum akhirnya berhasil melarikan diri dari kota. “Saya memasukkan jiwa saya ke dalam semua gambar ini karena inilah yang telah dialami di Mariupol. Apa yang saya lihat, apa yang saya dengar. Jadi ini pengalaman saya dan ini harapan saya,” kata Kostenko melalui seorang penerjemah.
Bagi Kostenko, menggambar dan melukis juga merupakan terapi. Kegiatan ini caranya memproses peristiwa traumatis dan merekamnya sehingga tidak pernah terlupakan.
“Itu juga merupakan instrumen untuk menyelamatkan emosi yang saya jalani. Bagi saya untuk mengingat mereka di masa depan, karena itu penting,” kata Kostenko.
Kurator pameran "War Diaries" Katya Taylor mengatakan, buku harian dan karya seni adalah respon pikiran dalam mengatasi tekanan yang berguna bagi anak-anak. “Kami berbicara banyak tentang kesehatan mental dan terapi, tetapi mereka lebih tahu dari kami apa yang harus mereka lakukan dengan diri mereka sendiri,” katanya.
Taylor menyebut, buku harian, karya seni, foto, dan video yang dipajang di Amsterdam semacam karya terapeutik bagi banyak korban yang terlibat. Mereka mencoba menceritakan ulang dan mengartikan kondisi yang pernah dialami.
Penderitaan anak-anak yang terperangkap dalam perang di Ukraina telah menarik kecaman internasional yang meluas. Menurut pejabat Ukraina, lebih dari 500 anak-anak telah meninggal dunia.
Sementara itu, Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) mengatakan, sekitar 1,5 juta anak Ukraina berisiko mengalami depresi, kecemasan, gangguan stres pasca-trauma, dan masalah kesehatan mental lainnya. Efek tersebut berpotensi bertahan lama.
Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Putin dan komisioner untuk hak-hak anak Rusia Maria Lvova-Belova pada Maret lalu. Surat ini meminta mereka bertanggung jawab secara pribadi atas penculikan anak-anak dari Ukraina.
Penulis buku harian termuda yang ikut dalam pameran "War Diaries" Yehor Kravtsov baru berusia 10 tahun. Dia juga tinggal di Mariupol yang terkepung.
Dalam teks yang dipajang dari penggalan buku harian Kravtsov, dia menulis bahwa dulu bermimpi menjadi seorang insinyur. Namun pengalamannya hidup melalui pengepungan kota mengubah pikirannya.
“Ketika kami keluar dari ruang bawah tanah selama pendudukan dan saya sangat lapar, saya memutuskan untuk menjadi koki untuk memberi makan seluruh dunia. Agar semua orang bahagia dan tidak ada perang," ujar Kravtsov.