REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO – Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan, pemerintahannya belum memutuskan kapan akan membuang air limbah radioaktif Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima yang telah diolah ke Samudra Pasifik. Rencana pembuangan tersebut diketahui telah memperoleh lampu hijau dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA)
“Saya harus menahan diri untuk tidak mengomentari waktu konkret pelepasan (air limbah PLTN Fukushima) ke laut pada saat ini. Sebab keputusan harus dibuat setelah pemerintah secara keseluruhan melihat langkah-langkah yang berkaitan dengan kerusakan keamanan dan reputasi (untuk industri perikanan),” kata Kishida saat berkunjung ke PLTN Fukushima, Ahad (20/8/2023), dikutip laman the Straits Times.
Kishida mengaku ingin turut berdialog dengan para nelayan terkait rencana pembuangan air limbah radioaktif PLTN Fukushima ke laut. “Saya berharap dapat bertemu dengan para nelayan yang dipimpin oleh ketua (Masanobu) Sakamoto dari federasi koperasi perikanan Jepang, paling cepat besok,” ucapnya.
Cukup banyak nelayan di Jepang yang menentang rencana pembuangan air limbah radioaktif PLTN Fukushima ke laut. Mereka khawatir langkah itu bakal menggerus upaya yang sudah dilaksanakan selama bertahun-tahun untuk memulihkan citra industri perikanan pasca insiden PLTN Fukushima pada 2011.
Pada Jumat (18/8/2023) lalu media Japan Times melaporkan bahwa Kishida akan melakukan pertemuan dengan para menterinya pada Selasa (22/8/2023) mendatang. Mereka disebut akan membahas dan menetapkan jadwal pembuangan air limbah PLTN Fukushima. Sebelumnya dilaporkan bahwa proses perilisan air limbah bakal dimulai akhir bulan ini atau awal September.
Terkait industri perikanan, Cina telah melarang impor makanan laut dari 10 dari 47 prefektur Jepang, termasuk Fukushima dan ibu kota Tokyo. Impor makanan laut dari prefektur lain diperbolehkan tetapi harus melalui pengujian radioaktif. Korea Selatan (Korsel) juga diketahui memberlakukan larangan impor makanan laut dari Fukushima.
Pada 4 Juli 2023 lalu, IAEA telah menyetujui rencana Jepang membuang air limbah radioaktif PLTN Fukushima yang hancur akibat gempa dan tsunami pada 2011 ke laut. IAEA mengatakan, air limbah tersebut telah memenuhi standar keselamatan internasional dan memiliki dampak radiologis yang dapat diabaikan bagi manusia serta lingkungan.
Keputusan IAEA segera mengundang reaksi dari negara tetangga Jepang, yakni Korsel dan Cina. Kedua negara tersebut memiliki kekhawatiran tersendiri atas air limbah radioaktif dari PLTN Fukushima. Cina telah lantang memprotes rencana pembuangan air limbah PLTN Fukushima ke laut.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Cina Wang Wenbin berpendapat, dalam laporannya IAEA tidak membenarkan rencana Jepang membuang air yang terkontaminasi nuklir ke laut. “Jepang secara sepihak memutuskan untuk membuang air (limbah radioaktif PLTN Fukushima) ke laut, yang sebenarnya meminimalkan biaya dan risikonya sendiri sambil membiarkan dunia mengambil risiko kontaminasi nuklir yang sebenarnya bisa dihindari. Laporan tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa IAEA tidak memberikan rekomendasi atau dukungan terhadap rencana pembuangan laut Jepang,” kata Wang dalam pengarahan pers 5 Juli 2023 lalu, dikutip laman resmi Kemenlu Cina.
Dia pun sempat menyinggung tentang penentangan yang turut timbul dari internal Jepang terkait rencana pembuangan air limbah PLTN Fukushima ke laut. “Menurut survei terbaru di Jepang, 40 persen orang Jepang menentang pembuangan air laut. Menurut survei bersama oleh Hankook Ilbo ROK dan surat kabar Jepang Yomiuri Shimbun, lebih dari 80 persen responden ROK tidak menyetujui pembuangan air yang terkontaminasi nuklir ke laut oleh Jepang. Para ahli dan orang-orang di negara-negara Kepulauan Pasifik, Filipina, Indonesia, Afrika Selatan, Peru, dan negara-negara lain memprotes dan menyuarakan penentangan mereka,” ucapnya.
Wang mengingatkan, dengan membuang air limbah radioaktif PLTN Fukushima ke laut, Jepang dapat melanggar kewajiban yang diatur dalam hukum internasional, termasuk United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) dan the Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and Other Matter 1972.
Sebanyak tiga reaktor di PLTN Fukushima hancur saat gempa 2011...