Jumat 25 Aug 2023 14:23 WIB

BRICS Coba Merombak Tatanan Dunia

Tatanan dunia yang dianggap tidak cukup adil bagi negara dunia ketiga.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Esthi Maharani
Dari kiri, Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva, Presiden Tiongkok Xi Jinping, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, Perdana Menteri India Narendra Modi dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov berpose untuk foto bersama BRICS pada KTT BRICS 2023 di Sandton Convention Center di Johannesburg, Afrika Selatan, Rabu, 23 Agustus 2023.
Foto:

Ambisi yang tinggi, hasil yang kecil

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menghadiri acara BRICS saat pengumuman perluasan pada hari Kamis. Menurutnya agenda itu, telah mencerminkan pengaruh blok ini yang semakin besar. Ia menggemakan seruan BRICS yang telah lama ada untuk melakukan reformasi di Dewan Keamanan PBB, Dana Moneter Internasional, dan Bank Dunia.

"Struktur tata kelola global saat ini mencerminkan dunia kemarin," katanya. "Agar lembaga-lembaga multilateral tetap benar-benar universal, mereka harus melakukan reformasi untuk mencerminkan kekuatan dan realitas ekonomi saat ini."

Negara-negara BRICS memiliki ekonomi yang sangat berbeda dalam skala dan pemerintahan dengan tujuan kebijakan luar negeri yang sering kali berbeda, sebuah faktor yang menyulitkan bagi model pengambilan keputusan konsensus blok tersebut.

Meskipun merupakan rumah bagi sekitar 40 persen populasi dunia dan seperempat produk domestik bruto global, perpecahan internal telah lama menghambat ambisi BRICS untuk menjadi pemain utama di panggung dunia. Kenyataannya, BRICS juga telah lama dikritik karena gagal memenuhi ambisi besarnya.

Keinginan negara-negara anggotanya untuk melepaskan diri dari dolar, misalnya, tidak pernah terwujud. Dan pencapaiannya yang paling konkret, Bank Pembangunan Baru, kini sedang berjuang menghadapi sanksi terhadap pemegang saham pendiri, Rusia.

Bahkan ketika para pemimpin BRICS minggu ini mempertimbangkan untuk memperluas kelompok ini, yang telah didukung oleh semua, masih saja terjadi perpecahan antar anggota. Perpecahan tersebut terkait mengenai jumlah negara, seberapa banyak dan seberapa cepat, progresnya.

Pertimbangan-pertimbangan di menit-menit terakhir mengenai kriteria keanggotaan dan negara-negara mana yang akan diundang untuk bergabung diperpanjang hingga Rabu (23/8/2023) malam.

Cina yang merupakan anggota blok ini telah lama menyerukan perluasan BRICS karena ingin menantang dominasi Barat, sebuah strategi yang juga dianut oleh Rusia. Anggota BRICS lainnya mendukung penciptaan tatanan global multi-kutub. Namun, Brasil dan India juga telah menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Barat.

Lula dari Brasil telah menolak gagasan bahwa blok ini harus berusaha menyaingi Amerika Serikat dan Kelompok Tujuh negara kaya. Namun, ketika ia meninggalkan Afrika Selatan pada hari Kamis, (24/8/2023), ia mengatakan bahwa ia tidak melihat adanya pertentangan dalam mengajak Iran.

Di mana Iran merupakan musuh bebuyutan Washington selama ini. Namun bagi Brasil, tak masalah jika Iran masuk sebagai anggota selama dapat memajukan kepentingan negara berkembang.

"Kita tidak dapat menyangkal kepentingan geopolitik Iran dan negara-negara lain yang akan bergabung dengan BRICS. ... Yang penting bukanlah orang yang memerintah, melainkan pentingnya negara tersebut," kata Lula.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement