REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Para siswa di Gaza memulai masa sekolah pada Ahad (27/8/2023). Hanya saja para murid masih memiliki nasib yang tidak jelas dalam menyelesaikan tahun ajaran tersebut tanpa gangguan karena krisis pendanaan di badan pengungsi Palestina Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) mengelola 288 sekolah di wilayah Palestina. Sebanyak 700 sekolah di wilayah Timur Tengah yang didanai badan itu, serta tambahan 140 klinik medis.
Sekolah-sekolah UNRWA mendidik kurang dari separuh generasi muda Gaza. Sekitar 300 ribu siswa di sekolah yang dikelola pemerintah dan lainnya di sekolah milik swasta.
Tapi badan PBB ini masih kekurangan dana untuk bisa mendapat 200 juta dolar AS yang dibutuhkan. Sumbangan itu digunakan untuk membayar gaji staf dan menjaga layanan tetap berjalan hingga akhir 2023.
“Kami belum mendapatkan semua dana yang kami perlukan untuk memastikan bahwa sekolah kami dapat tetap beroperasi hingga akhir tahun ini, jadi kami berupaya untuk mendapatkan dana yang diperlukan agar sekolah-sekolah di Gaza tetap buka,” kata Direktur urusan UNRWA di Gaza Thomas White.
White mengatakan, beberapa negara donor akan mengadakan diskusi mengenai pendanaan untuk UNRWA pada September. “Jika kami tidak mendapatkan dana, maka ada 298 ribu siswa yang mungkin tidak bersekolah. Di Gaza, ada 1,2 juta orang yang mungkin tidak memiliki akses terhadap layanan kesehatan,” kata White saat berkunjung ke salah satu sekolah yang dikelola PBB di Kota Gaza.
Selain dana sebesar 200 juta dolar AS untuk mendukung anggaran operasionalnya di wilayah yang lebih luas, UNRWA juga membutuhkan 75 juta dolar AS untuk bantuan pangan di Gaza. Sekitar dua pertiga dari 2,3 juta penduduk Gaza adalah pengungsi.
Mereka sebagian besar merupakan keturunan dari orang-orang yang melarikan diri atau terpaksa meninggalkan kampung halaman dan desa sekitar perang pada 1948. Mereka itu menjadi saksi lahirnya negara Israel yang dengan paksa merebut tanah Palestina.
Di kamp pengungsi Nusseirat di Jalur Gaza tengah, pengungsi Palestina Sami Abu Mallouh mengatakan, keluarganya yang berjumlah 12 orang bergantung pada UNRWA untuk pendidikan, perawatan medis, dan bantuan makanan. “Tanpa UNRWA kita tidak ada artinya,” kata pria berusia 47 tahun itu.