Senin 04 Sep 2023 15:02 WIB

Para Diplomat ASEAN akan Tinjau Kembali Rencana Perdamaian Myanmar yang Terhenti

ASEAN telah menyepakati rencana perdamaian, yang dikenal sebagai konsensus lima poin.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Logo ASEAN 2023.  Para diplomat top Asia Tenggara pada Senin (4/9/2023), akan meninjau rencana perdamaian untuk Myanmar yang sempat terhenti.
Foto: AP Photo/Tatan Syuflana
Logo ASEAN 2023. Para diplomat top Asia Tenggara pada Senin (4/9/2023), akan meninjau rencana perdamaian untuk Myanmar yang sempat terhenti.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para diplomat top Asia Tenggara pada Senin (4/9/2023), akan meninjau rencana perdamaian untuk Myanmar yang sempat terhenti. Sebelumnya perkumpulan negara di Asia Tenggara ini alami kebuntuan perdamaian di Myanmar dengan kegagalan di pihak junta militer yang berkuasa, untuk mengakhiri kekerasan lebih dari dua tahun setelah kudeta.

Para menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) akan bertemu di Jakarta, Indonesia, minggu ini untuk membahas Myanmar, dan beberapa hal. Di antaranya kode etik untuk Laut Cina Selatan, ekonomi kawasan, kejahatan lintas negara, dan isu-isu lainnya. 

Baca Juga

Myanmar adalah anggota ASEAN meskipun penguasa militernya tidak diikutsertakan dalam pertemuan-pertemuan puncak blok tersebut sejak mereka menggulingkan pemerintahan terpilih yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi pada 2021. Hal ini bentuk perlawanan keras terhadap pemerintahan Junta militer mereka.

ASEAN telah menyepakati rencana perdamaian, yang dikenal sebagai konsensus lima poin, yang menyerukan diakhirinya kekerasan dan dialog di antara semua pihak, tetapi para jenderal Myanmar yang berkuasa hanya memberikan janji tanpa merealisasikannya.

"Sesuai dengan mandat dari para pemimpin, kami akan melakukan tinjauan komprehensif terhadap implementasi 'lima poin konsensus' dan menyiapkan rekomendasi untuk pembahasan para pemimpin," ujar Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi dalam pidato pembukaan, mengacu pada lima poin rencana tersebut, Senin (4/9/2023).

"ASEAN hanya dapat melangkah maju dengan kekuatan penuh jika kita dapat memastikan solusi yang damai dan langgeng di Myanmar," ujarnya. 

Krisis di Myanmar telah menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas dan persatuan kelompok yang didirikan pada puncak Perang Dingin pada 1960-an ini.

Selama beberapa dekade, ASEAN telah berjalan di bawah prinsip untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing dan mencapai kesepakatan melalui konsensus. Tetapi, hal ini membuat ASEAN kesulitan untuk membantu menyelesaikan masalah seperti Myanmar, karena tidak dapat menekan para jenderal selain melarang mereka untuk hadir dalam pertemuan-pertemuan tingkat tinggi.

Indonesia, yang telah mendesak persatuan di tengah meningkatnya skeptisisme terhadap kredibilitas blok ini, telah melakukan upaya di belakang layar untuk menemukan solusi bagi kekacauan di Myanmar. Namun, sampai saat ini tidak banyak yang dapat ditunjukkan dari upaya tersebut.

Para pemimpin ASEAN akan berkumpul di Jakarta pada pertengahan pekan ini bersama dengan para pemimpin dan petinggi dari negara-negara mitra seperti Amerika Serikat, Cina, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan lainnya.

Presiden AS Joe Biden tidak akan hadir, tapi diwakilkan oleh Wakil Presiden Kamala Harris, wakil presiden Amerika keturunan Asia pertama. Sementara itu, dari Cina Perdana Menteri Cina Li Qiang yang akan dijadwalkan hadir. 

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement