Kamis 14 Sep 2023 12:23 WIB

Putra Aung San Suu Kyi Khawatirkan Kondisi Ibunya

Selama ini Kim Aris berusaha tidak menjadi pusat perhatian dan menghindari

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Para pengunjuk rasa memegang spanduk yang menyerukan pembebasan Penasihat Negara Myanmar yang ditahan, Aung San Suu Kyi selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 14 Februari 2021. Protes terhadap kudeta militer terus berlanjut di seluruh negeri meskipun ada perintah yang melarang pertemuan massal dan laporan polisi menangkap pengunjuk rasa anti-kudeta dalam penggerebekan malam hari. Junta militer Myanmar pada 13 Februari memerintahkan penangkapan beberapa aktivis anti-kudeta terkemuka sambil menangguhkan undang-undang privasi yang melarang polisi menahan tersangka atau menggeledah properti pribadi tanpa surat perintah pengadilan.
Foto: EPA-EFE/LYNN BO BO
Para pengunjuk rasa memegang spanduk yang menyerukan pembebasan Penasihat Negara Myanmar yang ditahan, Aung San Suu Kyi selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 14 Februari 2021. Protes terhadap kudeta militer terus berlanjut di seluruh negeri meskipun ada perintah yang melarang pertemuan massal dan laporan polisi menangkap pengunjuk rasa anti-kudeta dalam penggerebekan malam hari. Junta militer Myanmar pada 13 Februari memerintahkan penangkapan beberapa aktivis anti-kudeta terkemuka sambil menangguhkan undang-undang privasi yang melarang polisi menahan tersangka atau menggeledah properti pribadi tanpa surat perintah pengadilan.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Putra bungsu pemimpin Myanmar yang digulingkan Aung Sang Suu Kyi, Kim Aris, mengkhawatirkan kesehatan ibunya di penjara. Aris yang biasanya menghindari berbicara dengan media mengungkapkan keprihatinan tentang krisis politik yang penuh kekerasan di Myanmar.

“Saya benar-benar ingin melakukan kontak dengannya sehingga saya tahu bahwa dia baik-baik saja. Karena saat ini dia tidak memiliki akses ke penasihat hukumnya,” kata Aris dalam wawancara video dengan The Associated Press dari rumahnya di London, Rabu (13/9/2023).

Baca Juga

“Dia tidak punya akses ke dokter pribadinya. Sejauh yang saya tahu, dia tidak diizinkan menerima pengunjung mana pun. Dia bahkan tidak diperbolehkan bergaul dengan tahanan lain, yang berarti dia pada dasarnya berada di sel isolasi," ujar Aris.

Suu Kyi ditangkap pada 2021 ketika tentara merebut kekuasaan dari pemerintahannya yang dipilih secara demokratis. Sejak saat itu, ia telah diadili dan dihukum dengan puluhan dakwaan pelanggaran. Menurut para pendukungnya, dakwaan itu dibuat untuk menjauhkan Suu Kyi dari politik. Suu Kyi menghadapi total hukuman penjara 27 tahun.

Aris mengatakan, dia telah berusaha untuk tidak menjadi pusat perhatian selama beberapa dekade. Aris juga berusaha menghindari aktivisme politik. Dia ingin tetap tenang dan melanjutkan kehidupan bersama keluarganya.

“Saya selalu berusaha menghindari berbicara dengan media dan (telah) menghindari media sosial sepanjang hidup saya. Namun, situasi di Burma saat ini benar-benar menyedihkan,” kata Aris, mengacu pada nama lama Myanmar. 

Aris mengatakan, dia sama sekali tidak dibolehkan berkomunikasi dengan Suu Kyi selama lebih dari dua setengah tahun. Oleh karena itu, kini saatnya Aris angkat bicara.

“Jadi, sekarang saya melakukan semua yang saya bisa untuk mencoba membantu situasi ini dan membawa kesadaran akan situasi ini ke dunia yang lebih luas,” kata Aris.

Aris semakin aktif di media sosial. Aris mengatakan, dia merencanakan kampanye untuk meningkatkan kesadaran dan pendanaan untuk tujuan kemanusiaan. Aris mengatakan, dia mendengar ibunya sakit parah dengan mengalami masalah gusi dan tidak bisa makan. 

“Dia menderita pusing dan muntah-muntah dan tidak bisa berjalan," ujar Aris.

Aris mengetahui kondisi ibunya dari media independen Myanmar dan media sosial. Aris telah mencoba menghubungi pemerintah militer Myanmar, termasuk kedutaan besarnya di London, tetapi tidak mendapat tanggapan.

"Mereka bahkan tidak mau membukakan pintu untuk saya," ujar Aris.

Ini bukan pertama kalinya Suu Kyi menghadapi hukuman penjara. Dia menghabiskan hampir 15 tahun dalam tahanan rumah di bawah pemerintahan militer sebelumnya pada 1989, setahun setelah ikut mendirikan partai Liga Nasional untuk Demokrasi.  Namun ketika itu sebagian besar waktunya dihabiskan di rumah keluarganya di Yangon, dan dia tidak sepenuhnya terisolasi.

“Saat itu, dia berada di rumahnya sendiri dan dia dibolehkan berkunjung.  Kadang-kadang, saya diizinkan menghabiskan waktu bersamanya dalam tahanan rumah.  Dan kami diizinkan mengirim paket perawatan dan surat serta berkomunikasi dengannya. Selama dua setengah tahun terakhir, kami tidak memiliki hak asasi manusia yang mendasar," ujar Aris.

Aris berharap masyarakat di seluruh dunia dapat bersatu dan membantu masyarakat di Myanmar sehingga dapat mengakhiri pertumpahan darah. Dia menyoroti dunia internasional yang cenderung hanya fokus pada perang di Ukraina. Sementara masyarakat Myanmar juga membutuhkan bantuan yang mendesak.

“Jika hanya 2 persen dari apa yang telah diberikan kepada pasukan Ukraina diberikan kepada pasukan perlawanan di Burma, situasinya akan sangat berbeda sekarang,” kata Aris.

 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement