Jumat 15 Sep 2023 08:24 WIB

Turki Kritik Parlemen Eropa atas Permohonan Sanksi ke Rusia

Turki mendapat tekanan yang semakin meningkat dari Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Bendera Uni Eropa (ilustrasi). nkara mengkritik Parlemen Eropa yang meminta untuk bekerja sama dalam menegakkan sanksi-sanksi terhadap Rusia.
Foto: AP/Olivier Matthys
Bendera Uni Eropa (ilustrasi). nkara mengkritik Parlemen Eropa yang meminta untuk bekerja sama dalam menegakkan sanksi-sanksi terhadap Rusia.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Ankara mengkritik Parlemen Eropa yang meminta untuk bekerja sama dalam menegakkan sanksi-sanksi terhadap Rusia. Kritikan ini disampaikan ketika Turki dan Uni Eropa terlibat dalam upaya baru untuk menghidupkan kembali pembicaraan keanggotaan Turki yang terhenti.

Turki mendapat tekanan yang semakin meningkat dari Uni Eropa dan Amerika Serikat, untuk bergabung dengan kampanye mereka untuk menghukum Rusia atas invasi mereka ke Ukraina. Sementara menerapkan hukuman PBB yang mengikat, Turki menolak untuk bergabung dengan upaya-upaya sanksi lainnya dengan alasan bahwa hal itu dapat mempersulit upaya mediasi yang dideklarasikan sendiri antara Kiev dan Moskow.

Baca Juga

Pada KTT Kelompok 20 di New Delhi akhir pekan lalu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mendesak beberapa pemimpin untuk memenuhi beberapa tuntutan Rusia. Tujuannya untuk mencoba menghidupkan kembali kesepakatan Laut Hitam yang telah mengijinkan pengiriman biji-bijian ke Ukraina dan meringankan harga-harga pangan global.

AS dan sekutu-sekutunya telah menolak seruan untuk melonggarkan sanksi-sanksi yang ia sarankan. Walaupun, Komisioner Uni Eropa Oliver Varhelyi menyambut baik usaha Turki untuk menghidupkan kembali perjanjian gandum, tetapi ia mendesak pemerintahan Turki untuk bekerja sama dengan blok tersebut.

"Sangatlah penting bagi Turki untuk tetap terlibat dengan Uni Eropa, juga dalam penerapan sanksi terhadap Rusia, khususnya terkait produk-produk yang dikenai sanksi," ujar Varhelhi dalam pidato pembukaannya ketika Parlemen Eropa mengungkapkan resolusi tidak mengikatnya pada Rabu (13/9/2023) lalu seperti dilansir Bloomberg.

Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa laporan parlemen tersebut adalah "kumpulan tuduhan dan prasangka yang tidak berdasar" dan menunjukkan bahwa para anggotanya gagal untuk mengembangkan "pendekatan strategis yang tepat untuk Uni Eropa, dan juga untuk wilayah kami."

Kementerian menambahkan bahwa memperbarui kesepakatan Serikat Pabean dengan Uni Eropa dan menyelesaikan pembicaraan liberalisasi visa untuk warga negara Turki tanpa penundaan adalah tujuan bersama Turki dan blok tersebut saat ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement