Rabu 20 Sep 2023 13:03 WIB

Raisi Bantah Iran Kirim Drone ke Rusia

Raisi mengaku Iran dan Rusia memiliki hubungan kuat sejak lama.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nidia Zuraya
Presiden Iran Ebrahim Raisi membantah negaranya mengirim drone ke Rusia yang digunakan di Ukraina.
Foto: AP Photo/Vahid Salemi
Presiden Iran Ebrahim Raisi membantah negaranya mengirim drone ke Rusia yang digunakan di Ukraina.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Presiden Iran Ebrahim Raisi membantah negaranya mengirim drone ke Rusia yang digunakan di Ukraina. Amerika Serikat (AS) tidak hanya menuduh Iran menyediakan senjata ke Rusia tapi juga membantu negara itu membangun pabrik untuk memproduksinya.

"Kami menentang perang di Ukraina," kata Raisi saat ia bertemu eksekutif media di sela Sidang Umum PBB, Selasa (20/9/2023).

Baca Juga

Pernyataan itu disampaikan beberapa jam setelah lima warga AS yang ditahan di Iran tiba di Qatar. Mereka dibebaskan berdasarkan perjanjian yang melibatkan pencairan aset Iran yang dibekukan di Korea Selatan.

Dikenal sebagai pemimpin yang tegas, Raisi tampaknya ingin menunjukkan nada diplomatis. Ia menegaskan Iran menawarkan mediasi dalam perang Rusia-Ukraina meski Teheran salah satu pendukung terkuat Kremlin.

Ia juga mengindikasi perjanjian pertukaran tahanan dengan AS dan pencairan aset Iran dapat "membantu membangun sikap saling percaya" antara dua negara yang sejak lama berseteru.

Raisi mengaku Iran dan Rusia memiliki hubungan kuat sejak lama. Termasuk kerja sama pertahanan tapi ia membantah mengirimkan senjata ke Moskow sejak perang dimulai.

"Jika mereka memiliki dokumen yang membuktikan Iran memberikan senjata atau drone ke Rusia setelah perang (mereka harus menunjukkannya)," kata Raisi.

Sebelumnya sejumlah Iran memberikan pernyataan bertentangan mengenai drone. pejabat AS dan Eropa mengatakan banyaknya drone Iran yang digunakan dalam perang di Ukraina tidak hanya membuktikan pasokan Iran tapi membuktikan Iran semakin banyak mengirimkan senjata itu ke Rusia sejak perang dimulai.

Terlepas dari pernyataannya tentang membangun kepercayaan, nada bicara Raisi terhadap AS tidak selalu ramah. Ia juga mengeluarkan nada keras di saat-saat lain.

Raisi mengatakan negaranya "mengupayakan hubungan baik dengan semua negara tetangga" di Timur Tengah, termasuk Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA).

"Kami percaya jika Amerika berhenti mencampuri urusan negara-negara Teluk Persia dan wilayah lain di dunia, dan mengurus urusan mereka sendiri situasi negara-negara tersebut dan hubungan mereka akan membaik," kata Raisi.

Uni Emirat Arab berusaha kembali membangun hubungan diplomatik dengan Teheran setelah Iran diduga menyerang kapal-kapal tanki UEA di lepas pantai Iran.

Dengan mediasi Cina pada Maret lalu Arab Saudi mencapai kesepakatan damai untuk membangun kembali hubungan diplomatik dengan Iran setelah ketegangan selama bertahun-tahun, termasuk atas perang kerajaan di Yaman, oposisi Riyadh terhadap Presiden Suriah Bashar Assad, dan kekhawatiran atas program nuklir Iran.

Raisi memperingatkan negara-negara lain di kawasan untuk tidak terlalu dekat dengan sekutu AS, Israel. "Normalisasi hubungan dengan rezim Zionis tidak menciptakan keamanan," katanya.

Sebagai seorang jaksa, Raisi ikut ambil bagian dalam eksekusi massal tahun 1988 yang menewaskan sekitar 5.000 pembangkang di Iran.

Pemimpin Iran itu meremehkan kritik Barat terhadap perlakuan negaranya terhadap perempuan, program nuklir dan tindakan keras terhadap perbedaan pendapat, termasuk protes yang dimulai lebih dari setahun yang lalu atas kematian Mahsa Amini,  perempuan Kurdi-Iran berusia 22 tahun yang ditahan karena diduga melanggar hukum wajib berjilbab di Iran.

Ia membandingkan protes di Iran dengan pemogokan buruh dan demonstrasi etnis minoritas di AS dan Eropa Barat. Ia mencatat di AS setiap tahun banyak orang yang tewas di tangan polisi.

Ia mengkritik media karena tidak fokus pada kematian tersebut seperti halnya perlakuan terhadap para demonstran di negaranya. Kematian warga AS di tangan polisi diliput secara luas di media AS.

Raisi mencoba, tanpa bukti, untuk menggambarkan demonstrasi nasional di Iran itu sebagai plot Barat.

"Isu-isu perempuan, jilbab, hak asasi manusia dan isu nuklir, semuanya adalah dalih dari Amerika dan Barat untuk merusak republik Islam sebagai sebuah negara yang merdeka," katanya. 

 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement