REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Antonio Guterres memperingatkan bahwa “gerbang neraka” sudah dekat seiring dengan semakin intensifnya perubahan iklim. Para pemimpin dunia dinilai masih belum melakukan upaya yang cukup untuk mengekang polusi gas-gas yang memerangkap panas.
“Umat manusia telah membuka pintu menuju neraka,” kata Guterres saat membuka pertemuan puncak khusus mengenai ambisi iklim pada Rabu (20/9/2023).
Guterres kembali menyatakan seruan untuk mengambil tindakan. “Panas yang luar biasa mempunyai dampak yang sangat buruk. Para petani yang kebingungan menyaksikan tanaman mereka terbawa banjir. Suhu yang terik menimbulkan penyakit. Dan ribuan orang melarikan diri karena ketakutan ketika kebakaran bersejarah terjadi," katanya.
Sekjen PBB itu mengadakan pertemuan puncak dengan gagasan bahwa hanya para pemimpin dunia yang mempunyai tindakan nyata yang bisa mengatasi masalah ini dengan rekan-rekannya. Namun para pemimpin negara-negara yang menghasilkan gas paling banyak memerangkap panas memilih untuk tidak muncul.
Para kepala negara dari Cina, Amerika Serikat (AS), India, Rusia, Inggris, dan Prancis semuanya melewatkan KTT tersebut. AS yang menghasilkan karbon dioksida terbanyak ke atmosfer selama beberapa dekade, mengirimkan utusan iklim John Kerry, meskipun Presiden Joe Biden sedang berada di kota tersebut.
Kemudian PBB tidak memberikan Kerry kesempatan untuk berbicara, meskipun dia hadir di pertemuan puncak. Namun Gubernur California Gavin Newsome diberi ruang untuk berbicara dan memuji upaya negara bagiannya.
Sebanyak 32 pemimpin negara yang memenuhi syarat hanya mewakili 11 persen polusi karbon dioksida dunia. Cina dan AS mengeluarkan lebih banyak karbon dioksida dibandingkan gabungan 32 negara tersebut.
“Kita berada pada tahap akhir dari tindakan apa yang diperlukan untuk melestarikan planet ini dan sayangnya saya tidak yakin semua orang memahaminya,” kata Perdana Menteri Barbados Mia Mottley yang menyerukan jeda dan pembatalan utang serta perubahan pada bank pembangunan multinasional dan industri asuransi.
Pemimpin negara-negara miskin yang sering dilanda cuaca ekstrem ini menyesalkan bahwa semua orang memperhatikan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy yang berbicara pada waktu yang sama di Dewan Keamanan. Meskipun dia mendukung Ukraina, perubahan iklim merupakan ancaman yang lebih besar karena lebih banyak nyawa yang dipertaruhkan secara global dibandingkan di Ukraina.