Jumat 22 Sep 2023 08:11 WIB

Indonesia Dukung Reformasi Dewan Keamanan PBB

Seruan reformasi Dewan Keamanan PBB telah diembuskan oleh sejumlah negara.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Menlu Retno saat berbicara di Sidang Majelis Umum PBB di Kota New York.
Foto: UNTV/VOA
Menlu Retno saat berbicara di Sidang Majelis Umum PBB di Kota New York.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi menyuarakan dukungan terhadap gagasan reformasi Dewan Keamanan PBB. Hal itu disampaikannya saat berpartisipasi dalam pertemuan tingkat menteri persiapan Summit of the Future (SoTF) yang digelar di sela-sela High Level Week Sidang Majelis Umum PBB ke-78 di New York, Amerika Serikat (AS), Kamis (21/9/2023).

SoTF merupakan konferensi tingkat tinggi (KTT) yang diagendakan digelar tahun depan. Tujuannya, memperkuat kerja sama multilateral serta mendorong tercapainya konsensus global untuk mengatasi tantangan saat ini dan masa depan. “Pertemuan SoTF harus dapat memberikan hasil yang nyata dan konkret. Untuk itu, reformasi arsitektur multilateral saat ini sangat penting untuk dilakukan,” ungkap Menlu Retno dalam pertemuan tingkat menteri persiapan SoTF yang turut dihadiri para menteri negara anggota PBB, seperti dikutip dalam keterangan yang dirilis Kementerian Luar Negeri.

Baca Juga

Retno mengatakan, terdapat dua isu utama yang harus ada dalam KTT SoTF. Pertama, memastikan perdamaian untuk semua. Menurutnya perdamaian hanya dapat diraih apabila ada infrastruktur perdamaian yang kuat.”Infrastruktur perdamaian tersebut antara lain dengan: mematuhi Piagam PBB dan hukum internasional secara konsisten; berkomitmen terhadap penyelesaian konflik secara damai; kerja sama multilateral yang kuat; kerja sama kawasan yang inklusif; reformasi Dewan Keamanan PBB agar lebih transparan, demokratis, dan efektif; serta menjaga perdamaian melalui penguatan operasi pemeliharaan perdamaian,” ucap Retno.

Sementara isu kedua yang dinilai harus ada dalam KTT SoTF adalah memastikan tercapainya kesejahteraan bagi semua. Terkait hal itu, Retno menekankan, dunia membutuhkan sistem perdagangan multilateral yang terbuka, adil, dan tidak diskriminatif. Sistem tersebut harus mendukung hak untuk membangun negara-negara berkembang serta mendengar suara dan kepentingan mereka.

Menlu mengatakan, Pact of the Future harus dapat memastikan terciptanya perdamaian dan kesejahteraan bagi semua. Selain itu, pakta tersebut juga harus memastikan arsitektur multilateral yang lebih baik. “Upaya bersama ini harus dilandaskan pada prinsip kolaborasi, solidaritas, dan win-win solution,” ujar Retno.

Seruan Reformasi Dewan Keamanan PBB...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement