Ahad 24 Sep 2023 07:20 WIB

PBB: Manusia Makin Dekat dengan Perpecahan Besar

Sekjen PBB mendesak pemimpin dunia untuk mengambil tindakan tangani perpecahan.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyuarakan peringatan global mengenai kelangsungan umat manusia dan Bumi.
Foto:

Perang Dingin menampilkan dua negara adidaya, yaitu AS yang kapitalis dan Uni Soviet yang komunis. Ketika rezim ini berakhir, terdapat periode singkat unipolaritas yang didominasi AS setelah pecahnya Uni Soviet dan pembubarannya menjadi Rusia yang dominan dan bekas republik-republik yang lebih kecil.

Kini negara-negara tersebut bergerak menuju dunia multipolar yang lebih kacau. Kondisi ini, menurut kata Guterres, menciptakan peluang-peluang baru bagi berbagai negara untuk memimpin.

Tapi argumen utama Guterres berakar pada sejarah. Dia mengatakan, hal ini mengajarkan bahwa dunia yang memiliki banyak pusat kekuatan dan sekelompok kecil negara tidak akan mampu menyelesaikan tantangan yang dihadapi semua negara.

Kondisi ini alasan diperlukan institusi global yang kuat. “Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah satu-satunya forum di mana hal ini dapat terjadi," ujarnya.

Pertanyaan besar yang kini menjadi fokus Guterres adalah apakah sebuah institusi yang lahir pada 1945 dapat dilengkapi dan diperbarui untuk mengatasi tantangan saat ini. “Saya tidak punya ilusi. Reformasi adalah persoalan kekuasaan. Saya tahu ada banyak kepentingan dan agenda yang bersaing," ujarnya.

"Tapi alternatif terhadap reformasi bukanlah status quo. Alternatif terhadap reformasi adalah fragmentasi lebih lanjut. Ini adalah reformasi atau perpecahan," kata Guterres.

Inilah teka-teki yang ada di benak sekjen PBB, dapatkah 193 negara dengan agenda yang saling bersaing melakukan reformasi besar-besaran? Untuk menghadapi tantangan ini, Guterres telah meminta para pemimpin dunia untuk menghadiri “KTT Masa Depan” pada pertemuan global PBB September mendatang.

Tahun mendatang dapat digunakan untuk merundingkan “Pakta untuk Masa Depan”. Pada pertemuan 21 September 2023, Guterres mengatakan kepada para menteri, bahwa perjanjian tersebut mewakili janji untuk menggunakan semua alat yang dimiliki di tingkat global untuk menyelesaikan masalah, sebelum masalah tersebut membebani.

 

Guterres sadar mencapai kesepakatan akan sulit. “Namun hal itu mungkin terjadi," ujarnya. 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement