REPUBLIKA.CO.ID, JOSEVIK -- Unit kepolisian Kosovo masuk ke sebuah desa di utara negara itu dengan kendaraan lapis baja. Mereka menggelar operasi pencarian dan penyelamatan satu hari setelah empat orang tewas dalam baku tembak antara polisi dan kelompok bersenjata Serbia.
Pelaku penembakan penyerbu Desa Banjska pada Ahad (24/9/2023), menembaki polisi dan membarikade diri mereka di sebuah gereja Kristen Ortodoks Serbia. Polisi berhasil merebut kembali gereja itu setelah tiga pelaku penyerangan dan seorang petugas polisi tewas.
Unit bersenjata kepolisian Kosovo mencari di dalam rumah-rumah di desa tersebut. Pada Senin (25/9/2023) seorang sumber kepolisian mengatakan mereka mencari pelaku penembakan yang tidak melarikan diri. Desa itu masih ditutup dari jurnalis.
Mayoritas 1,8 juta penduduk Kosovo beretnis Albania. Tapi sekitar 50 ribu etnis Serbia di utara negara bekas provinsi Serbia itu tidak menerima deklarasi kemerdekaan Kosovo pada tahun 2008 dan menganggap Belgrade masih sebagai ibukota mereka, setelah dua dekade Kosovo menggelar pemberontakan dari Serbia.
Kosovo menggelar hari berkabung pada polisi yang tewas dalam baku tembak kemarin. Perdana Menteri Kosovo Albin Kurti menyalahkan Serbia yang menurutnya membiayai pemberontakan dan mengirim kelompok bersenjata ke Kosovo.
Presiden Serbia Aleksandar Vucic membantah tuduhan tersebut. Ia menyalahkan Kurti karena menghasut kekerasan dengan menolak membentuk asosiasi kota madya mayoritas etnis Serbia untuk memberikan lebih banyak otonomi kepada warga etnis Serbia dan sering mengirimkan polisi ke wilayah itu.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell yang mensponsori dialog sejak tahun 2013 untuk menormalkan hubungan antara Serbia dan Kosovo, berbicara kepada Kurti dan Vucic pada akhir pekan kemarin.
Ketegangan meningkat sejak bentrokan di Kosovo utara pada bulan Mei ketika lebih dari 90 tentara penjaga perdamaian NATO dan sekitar 50 pengunjuk rasa Serbia terluka di Kosovo utara.
Sementara etnis Albania membentuk lebih dari 90 persen populasi di Kosovo. Etnis Serbia mayoritas di wilayah utara dan sudah lama menuntut implementasi kesepakatan 2013 yang ditengahi oleh Uni Eropa untuk menciptakan asosiasi kota otonom di daerah tersebut.