REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Mantan menteri luar negeri Amerika Serikat (AS), Mike Pompeo, mengatakan normalisasi antara Arab Saudi dan Israel akan lebih mudah dicapai jika presiden Amerika Serikat berasal dari Partai Republik. Pompeo mengatakan, presiden dari Partai Republik memahami bahwa, Iran adalah ancaman terbesar terhadap perdamaian di kawasan ini.
"(Normalisasi antara Arab Saudi dan Israel) akan lebih mudah dicapai jika presidennya berasal dari Partai Republik, yang berarti bahwa negara yang memahami ancaman terbesar terhadap perdamaian di kawasan ini adalah Iran," ujar Pompeo dalam sebuah wawancara dengan Jerusalem Post.
Dia menjelaskan bahwa Perjanjian Abraham bisa terwujud karena pengakuan pemerintahan mantan presiden Trump terhadap Israel sebagai sekutu demokratis utama Amerika di kawasan. Trump juga mengidentifikasi Iran sebagai negara sponsor utama terorisme, dan ancaman besar bagi negara-negara lain.
“Ketika kita mengisolasi Iran, kawasan ini menjadi lebih damai dan sejahtera," ujar Pompeo.
Di bawah kepemimpinan Trump, Amerika Serikat berhasil menengahi normalisasi diplomatik antara Uni Emirat Arab dengan Israel, termasuk Bahrain. Normalisasi ini terwujud di bawah Perjanjian Abraham yang diinisiasi pemerintahan Trump.
Pompeo percaya, setiap presiden Amerika akan mendukung perjanjian normalisasi, baik dari Partai Demokrat atau Republik. Karena demi kepentingan AS untuk menjalin hubungan keamanan antara AS, Arab Saudi, dan Israel.
Pompeo mengatakan, kesepakatan normalisasi antara Saudi dan Israel kemungkinan akan sulit terwujud jika Israel harus memberikan konsesi terhadap Palestina. “Tidak mungkin membayangkan solusi dua negara dengan kepemimpinan Palestina saat ini yang menanggung terorisme, mengambil uang dari Iran, membayar warga negara untuk membunuh orang Israel," ujar Pompeo.
“Sangat sulit membayangkan bagaimana seseorang bisa mencapai kesepakatan dengan para pemimpin yang telah menolak setiap tawaran masuk akal yang diberikan kepada mereka,” ujar Pompeo.
Pernyataan Pompeo muncul sehari setelah Duta Besar pertama Arab Saudi untuk Palestina, Nayef Al-Sudairi, mengunjungi Ramallah. Al-Sudairi menekankan, Kerajaan Saudi menganggap pembentukan negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya adalah landasan fundamental dari setiap perjanjian prospektif dengan Israel.