Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada April lalu pernah menyatakan negaranya ingin mengurangi ketergantungan asing dalam industri pertahanan dari 80 persen menjadi 20 persen.
“Kami telah mengurangi ketergantungan asing dalam industri pertahanan dari sekitar 80 persen menjadi sekitar 20 persen dalam waktu singkat selama 20 tahun. Jumlah proyek pertahanan, yang hanya 62 pada 2002, kini telah melampaui 750,” kata Erdogan dikutip dari Anadolu Agency.
Pemimpin Turki itu mengatakan, total anggaran Turki untuk proyek pertahanan adalah 5,5 miliar dolar AS pada 2002. Sekarang pos anggaran yang sama telah mencapai volume proyek 75 miliar dolar AS, termasuk yang sedang dalam proses penawaran.
"Beginilah setiap UCAV (kendaraan udara tempur tak berawak) kami yang menonjol di seluruh dunia saat ini dan kendaraan darat lapis baja, kapal perang, fregat, dan rudal kami, serta sistem lain, yang sangat dikagumi, telah muncul," kata Erdogan.
President of Indonesia Independent Industrialists and Businessmen Association (Musiad) Halit Kaymak pada Agustus lalu mengatakan Turki pernah berada dalam pelarangan impor senjata dari banyak pihak saat peristiwa operasi Siprus, termasuk oleh anggota NATO dan sekutu. Kondisi ini membuat Turki kesulitan memenuhi pasokan pertahanan dan bergantung dari pasokan negara lain.
Kini, Turki ingin menjadi negara yang mandiri dalam industri pertahanan. Oleh karena itu, Turki terus mengembangkan armada-armada pertahanan dan senjata pendukung.