REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia berencana kembali mencalonkan diri kembali sebagai Anggota Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada pemilihan 10 Oktober 2023 mendatang. Dalam upaya kali ini, Indonesia akan lebih banyak menyuarakan hak hidup sejahtera bagi semua warga negara dari dunia ketiga, yakni negara miskin dan berkembang.
Deputi Wakil Tetap RI di Jenewa, Achsanul Habib mengatakan Indonesia memiliki strategi dan isu dalam menyuarakan persoalan HAM saat ini. Salah satunya adalah Indonesia akan lebih keras menyuarakan terkait hak kesejahteraan bagi negara-negara dunia ketiga, baik negara miskin dan berkembang.
"Kita berbicara dalam agenda-agenda mengenai hak kesejahteraan bagi negara dunia ketiga, atau negara miskin dan berkembang. Karena negara-negara yang lebih maju selama ini kurang memberikan atensi karena lebih banyak bersuara terkait soal geopolitik," katanya, dalam media gathering, Selasa (3/10/2023).
Menurut dia, selama ini isu HAM secara garis besar seringkali mengikuti suara-suara negara besar dan negara maju semata. Terutama terkait dengan persoalan HAM yang terkait dengan persoalan geopolitik, kepentingan politik negara maju. "Ketika bisa soal Ukraina mereka keras suaranya," kata dia.
Karena itu, Indonesia ingin memastikan dalam Dewan HAM nanti tidak hanya sibuk membahas terkait isu-isu geopolitik semata, namun persoalan hal sipil negara-negara miskin dan berkembang, juga harus disuarakan. "Bagaimana bisa membahas penghapusan kemiskinan, sehingga ada keseimbangan antara pembangunan dan politik," ujarnya.
Selain keinginan Indonesia maju kembali sebagai Anggota Dewan HAM PBB, Indonesia juga saat ini fokus terkait keadilan dan kesamarataan terkait berbagai isu. Diantaranya soal pandemic treaty yang memberikan hak yang sama bagi setiap negara dalam perlindungan vaksin, kemudian perlindungan genetic resources, perkembangan isu-isu di WTO, rencana pelaksanaan World Water Forum 2024.