Rabu 04 Oct 2023 07:04 WIB

335 Ribu Warga Rusia Siap Berperang di Ukraina di Bawah Unit Sukarela

Menhan Rusia memuji patriotisme mereka yang telah mendaftar sebagai prajurit.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu mengatakan, lebih dari 335.000 orang telah mendaftar sepanjang tahun ini untuk berperang di angkatan bersenjata atau unit sukarela.
Foto: EPA-EFE/KCNA EDITORIAL USE ONLY
Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu mengatakan, lebih dari 335.000 orang telah mendaftar sepanjang tahun ini untuk berperang di angkatan bersenjata atau unit sukarela.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia mengatakan, lebih dari 335.000 orang telah mendaftar sepanjang tahun ini untuk berperang di angkatan bersenjata atau unit sukarela. Menteri Pertahanan, Sergei Shoigu pada Selasa (3/10/2023) mengatakan, Rusia tidak memiliki rencana untuk melakukan mobilisasi tambahan prajuritnya untuk berperang di Ukraina.

“Tidak ada rencana untuk mobilisasi tambahan,” kata Shoigu kepada para jenderal penting di televisi pemerintah.

Baca Juga

“Angkatan bersenjata memiliki jumlah personel militer yang diperlukan untuk melakukan operasi militer khusus," ujar Shoigu.

Shoigu memuji patriotisme mereka yang telah mendaftar sebagai prajurit. Shoigu mengatakan, sejak awal tahun ini, lebih dari 335.000 orang telah memasuki dinas militer berdasarkan kontrak dan formasi sukarelawan. Pada  September lebih dari 50.000 warga menandatangani kontrak.

Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa Rusia telah membuat kemajuan signifikan dalam merekrut anggota baru, ataupun dalam menyerap banyak pejuang dari pasukan tentara bayaran Wagner ke dalam formasi sukarela.

Putin memerintahkan mobilisasi parsial terhadap 300.000 tentara cadangan pada September tahun lalu. Mobilisasi ini  menyebabkan ratusan ribu pemuda meninggalkan Rusia karena menghindari dikirim ke garis depan untuk berperang di Ukraina.

Invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 memicu perang yang telah menghancurkan sebagian besar wilayah Ukraina timur dan selatan. Perang juga menewaskan atau melukai ratusan ribu orang dan memicu perpecahan terbesar dalam hubungan Rusia dengan Barat selama enam dekade.

Putin mengatakan, dia melawan aliansi Barat yang melakukan perang proksi untuk melemahkan Rusia secara politik dan militer. Sementara para pemimpin Barat mengatakan, sanksi ekonomi dan dukungan militer terhadap Ukraina merupakan respons langsung atas agresi Moskow.

Namun arah perang di masa depan masih belum pasti. Para pejabat Amerika memperkirakan kekalahan Rusia di medan perang Ukraina akan mematahkan keangkuhan Putin. Menurut Belfer Center di Harvard Kennedy School, hingga 26 September, Rusia mengambil wilayah seluas 31 mil persegi sementara Ukraina mengambil wilayah seluas 16 mil persegi.

Mark Milley, yang bulan lalu pensiun sebagai ketua kepala staf gabungan AS, mengatakan, perang Rusia-Ukraina akan berlangsung lama, sulit, dan berdarah. Karena Rusia memiliki lebih dari 200.000 tentara di Ukraina.

“Apa yang saya katakan beberapa bulan lalu adalah bahwa ini akan menjadi pertarungan yang panjang, sulit, dan berdarah karena sifat dari pertarungan ini dan jenis pertahanan yang dilakukan Rusia,” kata Milley.

Milley mengatakan, tujuan Ukraina untuk mengusir semua orang Rusia dari Ukraina akan memakan waktu yang lama.  Hal ini akan menjadi upaya yang sangat signifikan dalam jangka waktu yang cukup lama.

“Saya dapat memberitahu Anda bahwa akan memakan waktu yang cukup lama untuk mengusir lebih dari 200.000 tentara Rusia keluar dari wilayah Ukraina yang diduduki Rusia. Itu adalah standar yang sangat tinggi. Ini akan memakan waktu lama untuk melakukannya,” kata Milley.

Amerika Serikat dan sejumlah sekutu Barat terus mendukung Ukraina dengan bantuan keamanan senilai puluhan miliar dolar. Kremlin memperkirakan negara-negara Barat akan kelelahan atas perang di Ukraina.

“Kami telah berulang kali mengatakan sebelumnya bahwa menurut perkiraan kami, (Barat akan) kelelahan akibat konflik ini, kelelahan karena sponsor yang benar-benar tidak masuk akal dari rezim Kiev akan meningkat di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat,” kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement