REPUBLIKA.CO.ID, KOPENHAGEN -- Lima partai oposisi Denmark pada Selasa (3/10/2023) mengumumkan akan memobilisasi sebanyak mungkin anggota parlemen untuk menentang rancangan undang-undang yang akan memidanakan pencemaran nama baik simbol-simbol agama, termasuk kitab suci umat Islam, Alquran. RUU tersebut diperkirakan akan diputuskan pada sesi sidang parlemen terkini, yang dimulai pada Selasa setelah reses musim gugur.
Partai Aliansi Liberal, Demokrat Denmark, Konservatif, Partai Rakyat Denmark, dan partai Nye Borgerlige--semuanya partai sayap kanan--mendesak legislator mereka menghadiri parlemen sebanyak mungkin untuk menentang usulan peraturan perundang-undangan pemerintah terhadap pembakaran Alquran.
Juru bicara hukum Aliansi Liberal Steffen Larsen dalam pernyataan pada Selasa menunjukkan ketidaksenangan dengan keputusan pemerintah untuk tidak mengarahkan pilihan bagi anggota parlemen, dengan menyatakan bahwa ia menginginkan "kejelasan tentang siapa yang mendukung dan siapa yang menentang undang-undang ini."
Pada 25 Agustus, pemerintah koalisi dari Partai Demokratis Sosial, Partai Liberal, dan Moderat mengusulkan peraturan perundang-undangan untuk mempidanakan penodaan simbol-simbol agama.
Peraturan perundangan-undangan tersebut muncul setelah aksi politikus Denmark Rasmus Paludan yang berulangkali membakar Alquran, salah satunya dilakukan dekat masjid dan di depan Kedutaan Besar Turki di Kopenhagen pada awal tahun ini. Aksi ini memicu kecaman dari seluruh dunia.
Aksi penodaan terhadap Alquran tersebut menimbulkan kemarahan dunia Muslim, di mana Turki mengecam keras persetujuan pihak berwenang atas tindakan provokatif tersebut, yang dikatakannya "jelas merupakan kejahatan kebencian."
Tindakan ini diambil untuk mempidanakan pembakaran Alkitab atau Alquran, menurut pernyataan yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri Denmark setelah RUU tersebut diajukan di parlemen.
"Sebagai dampak dari pembakaran Alquran belakangan ini, Denmark semakin dipandang di sebagian besar dunia sebagai negara yang memfasilitasi tindakan yang menghina dan merendahkan negara dan agama lain,” demikian pernyataan itu.
RUU itu tidak meliputi ungkapan secara verbal atau tulisan, termasuk gambar, namun menargetkan aksi yang dilakukan di tempat publik atau dengan tujuan distribusi yang lebih luas.
"Aksi penghinaan dan meremehkan ini berdampak negatif bagi warga Denmark baik di luar maupun dalam negeri," ujar Menteri Kehakiman Peter Hummelgaard.
Ia mencatat bahwa peraturan ini berarti bahwa kegiatan membakar Alkitab atau Alquran secara publik akan ditindak pidana dengan ancaman hukuman.
Namun, pernyataan terbaru dari partai oposisi jelas menunjukkan bahwa pemerintah sepertinya tidak dapat mendapat suara maksimum untuk meloloskan RUU tersebut di parlemen, yang telah memulai fase perundingan selama empat pekan di mana rancangan undang-undang tersebut diharapkan akan disajikan secara resmi untuk pemungutan suara.
Peraturan terbaru ini jika lolos maka akan masuk ke dalam Bab 12 Hukum Pidana Denmark, yang berkaitan dengan keamanan nasional. Hukuman atas pelanggaran ini dapat berkisar dari denda hingga dua tahun penjara.