Kamis 05 Oct 2023 05:48 WIB

Otoritas India Kembali Temukan Dua Jenis Obat Sirup Beracun

Sebelumnya obat batuk buatan India dikaitkan dengan 141 kematian anak di dunia.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Obat sirup (ilustrasi)
Foto: www.pixabay.com
Obat sirup (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Regulator obat India telah menemukan bahwa sirup obat batuk dan sirup anti alergi yang dibuat oleh Norris Medicines ternyata beracun. Temuan ini menurut laporan pemerintah, beberapa bulan setelah sirup obat batuk buatan India dikaitkan dengan 141 kematian anak-anak di seluruh dunia.

Obat-obatan tersebut terkontaminasi oleh dietilen glikol (DEG) atau etilen glikol (EG), yakni kontaminan yang sama yang ditemukan pada sirup obat batuk yang menyebabkan kematian di Gambia, Uzbekistan, dan Kamerun sejak pertengahan tahun lalu.

Baca Juga

Ini adalah pertama kalinya dalam setidaknya dua tahun terakhir, Central Drugs Standard Control Organisation (CDSCO) menandai adanya kontaminasi DEG dan EG. Dalam laporan bulanannya saat negara ini mencoba menindak industri obat-obatan senilai $42 miliar yang didominasi oleh pemain kecil.

HG Koshia, komisaris Badan Pengawas Obat dan Makanan negara bagian Gujarat, mengatakan kepada Reuters pada hari Rabu (4/10/2023), bahwa mereka telah memeriksa pabrik Norris bulan lalu dan memerintahkan untuk menghentikan produksi dan menarik kembali obat-obatan tersebut.

"Perusahaan gagal total dalam parameter kepatuhan terhadap praktik manufaktur yang baik," kata Koshia. "Sistem air yang memadai tidak ada di sana. Unit penanganan udara juga tidak memenuhi standar. Demi kepentingan yang lebih besar yaitu kesehatan masyarakat, kami memerintahkan unit tersebut untuk menghentikan produksinya."

Direktur Pelaksana Norris, Vimal Shah, menolak berkomentar di luar jam kerja, terkait hal ini. Namun produk Trimax Expectorant milik perusahaan tersebut mengandung 0,118 persen  EG. Sementara obat alergi Sylpro Plus Syrup mengandung 0,171 persen EG dan 0,243 persen  DEG, menurut tes di laboratorium CDSCO.

Sementara menurut daftar obat yang "tidak memenuhi kualitas standar/palsu/pemalsuan/mirip" untuk bulan Agustus yang diunggah di situs webnya. Koshia mengatakan bahwa Norris pernah mengekspor sirup obat batuk tersebut, tetapi tidak mengatakan di mana.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa batas aman, berdasarkan standar yang diterima secara internasional, tidak lebih dari 0,10 persen. "Kami mengetahui laporan CDSCO dan telah berkomunikasi dengan badan tersebut untuk memastikan ke mana saja produk tersebut... telah diekspor," ujar juru bicara WHO. 

"Informasi ini sangat penting ketika kami mempertimbangkan apakah - atau tidak - untuk mengeluarkan peringatan produk medis." Tidak segera jelas apakah obat Norris telah ditarik atau apakah obat tersebut menyebabkan bahaya. Kedua obat tersebut terdaftar di apotek online ketika Reuters memeriksanya.

CDSCO juga menemukan tiga batch sirup COLD OUT yang dibuat oleh Fourrts (India) Laboratories terkontaminasi DEG dan EG. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada bulan Agustus bahwa satu batch COLD OUT yang dijual di Irak memiliki kadar DEG dan EG yang tidak dapat diterima.

Ketua Fourrts S.V. Veeramani tidak menanggapi permintaan komentar. Veeramani, yang merupakan ketua Dewan Promosi Ekspor Obat-obatan India (pharmexcil) yang didukung pemerintah, mengatakan kepada Reuters pada bulan Agustus bahwa "analisis sampel penyimpanan" COLD OUT baru-baru ini menunjukkan bahwa "tidak ada kontaminasi atau racun".

"Tidak ada laporan mengenai efek samping atau kematian akibat produk tersebut," katanya dalam sebuah pesan WhatsApp. "Sebagai bentuk kehati-hatian, kami secara sukarela menarik produk tersebut dari pasar Irak."

Peringatan mengenai obat-obatan beracun ini muncul pada saat pemerintah, melalui pharmexcil, menyelenggarakan lokakarya bagi para pembuat obat di seluruh negeri untuk menekankan pentingnya kualitas obat dan keselamatan pasien.

Daftar CDSCO juga menyebutkan sebuah batch gliserin yang dibuat oleh Adani Wilmar (ADAW.NS), meskipun mengandung 0,025 perEG, yang masih dalam batas keamanan WHO. Adani Wilmar tidak segera menanggapi permintaan komentar di luar jam kerja.

Para eksekutif dan regulator farmasi India mengatakan kepada Reuters bahwa sudah menjadi praktik umum di antara beberapa produsen di negara ini untuk mengganti bahan-bahan yang lebih murah dan berkualitas komersial ketika membuat sirup obat batuk.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement