REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Aksi warga Israel yang juga pemukim Yahudi yang terekam meludahi orang-orang Kristen di Yerusalem Timur, wilayah yang diduduki pada hari Rabu (4/10/2023) mendapat sorotan dunia dan banyak pihak. Setelah berbagai kecaman dilayangkan ke Israel, ternyata aksi peludahan tersebut dibela oleh Menteri Keamanan Israel Itamar Ben Gvir.
Ben Gvir menyebut peludahan kaum Kristen di Yerusalem itu, bukan tindakan kriminal. Ben Gvir, yang juga memiliki tugas mengawasi kepolisian Israel, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Radio Angkatan Darat bahwa meludahi orang Kristen bukanlah kasus kriminal.
"Tidak semua hal bisa dijadikan alasan untuk melakukan penangkapan. Insiden tersebut layak dikecam tetapi, berhentilah memfitnah Israel," kata Ben Gvir.
Paus Fransiskus dilaporkan 'sangat marah' di tengah lonjakan serangan anti-Kristen oleh warga Israel sepekan ini. Menurut Al Araby TV, insiden terbaru menargetkan pendeta Kristen di Kota Tua, di mana ribuan orang Israel berpartisipasi dalam pawai yang menandai liburan Sukkot selama seminggu.
Polisi Israel mengatakan telah menahan setidaknya empat orang yang terlibat dalam insiden pelemparan tersebut. Orang kelima ditahan karena diduga meludahi umat Kristen pada hari Senin. Ben Gvir sebelumnya membela tindakan meludahi orang Kristen sebagai "kebiasaan Yahudi kuno".
Aksi peludahan itu sempat digaungkan pada hari Selasa oleh seorang pemukim Israel, Elisha Yered, yang dicurigai terlibat dalam pembunuhan seorang remaja Palestina pada bulan Agustus. Yered mengatakan di X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, bahwa "meludah di dekat pendeta atau gereja adalah kebiasaan Yahudi kuno".
"Mungkin di bawah pengaruh budaya Barat, kita telah melupakan apa itu Kekristenan, tetapi saya pikir jutaan orang Yahudi yang menderita di pengasingan akibat Perang Salib, penyiksaan Inkuisisi (Spanyol), pencemaran nama baik, dan pembantaian massal tidak akan pernah dilupakan," tambahnya.
Beberapa dari mereka yang ditangkap pada hari Rabu adalah murid-murid Rabbi Natan Rothman, yang memimpin prosesi melalui Kota Tua, menurut Israel Channel 12.
Dia adalah saudara laki-laki dari anggota parlemen sayap kanan Simcha Rothman, yang juga berpartisipasi dalam pawai tersebut. Anggota parlemen tersebut mengatakan kepada berita Ynet bahwa tindakan meludah tersebut "layak dikutuk" tetapi aksinya telah "dilebih-lebihkan".
Penasihat dan mantan juru bicara Majelis Ordinaris Katolik di Yerusalem, Wadie Abu Nassar, mengonfirmasi kekecewaan Paus Fransiskus atas aksi umat Yahudi tersebut. Kekecewaan Paus itulah yang menyusul tindakan penahanan beberapa pihakoleh kepolisian Israel.
Penangkapan tersebut juga menyusul kemarahan umat Kristen di berbagai dunia yang meluas atas rekaman yang viral di media sosial. Video dibagikan di berbagai platform memperlihatkan orang-orang Israel meludahi umat Kristen dan gereja-gereja di Yerusalem.
Kementerian Luar Negeri Palestina mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa insiden penginaan terhadap umat Kristiani yang terjadi berulang-ulang mencerminkan "budaya kebencian dan rasisme" pendudukan Israel.
Di tengah-tengah kecaman yang terus meningkat, para pejabat Israel mengeluarkan pernyataan yang mengutuk tindakan anti-Kristen yang dilakukan oleh warga Israel dan berjanji untuk melindungi kebebasan beribadah.
"Israel berkomitmen penuh untuk menjaga hak suci beribadah dan berziarah ke tempat-tempat suci semua agama," kata Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di X.
"Saya mengutuk keras setiap upaya untuk mengintimidasi para jemaah, dan saya berkomitmen untuk mengambil tindakan segera dan tegas terhadap hal itu," tambahnya, tanpa menyebut umat Kristen.
Youssef Daher, seorang koordinator dari Dewan Gereja Dunia di Yerusalem, menuduh pihak berwenang Israel mendorong penyerangan terhadap umat Kristen.
Dalam sebuah wawancara dengan Anadolu Agency, Daher mengatakan bahwa kelalaian polisi dan pernyataan para menteri kabinet Israel turut berkontribusi terhadap fenomena yang berkembang.
Pelecehan oleh warga Israel terhadap orang Kristen, termasuk meludahi, bukanlah hal yang baru. Namun, hal ini telah meningkat di bawah pemerintahan baru, yang mulai menjabat akhir tahun lalu dan telah digambarkan sebagai yang paling berhaluan kanan dalam sejarah negara itu.
Serangan-serangan tersebut - yang sebagian besar dilakukan oleh kaum ultranasionalis atau pemukim, termasuk tentara. Di mana mereka dibiarkan masuk tanpa izin ke gereja-gereja dan meludahi jemaat gereja hingga perusakan simbol-simbol Kristen dan pengrusakan kuburan, di antara tindakan-tindakan lainnya.
Polisi dilaporkan tidak menanggapi serangan-serangan tersebut secara serius. Alasan polisi Israel menolak untuk menganggapi insiden-insiden tersebut sebagai bagian dari sebuah tren dan meremehkan motif para pelakunya dengan mengatakan bahwa serangan-serangan tersebut bukan terstruktur, tapi dilakukan orang dengan "penyakit mental".