REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Kementerian Kesehatan Israel mengungkapkan, korban tewas akibat serangan kejutan Hamas pada Sabtu (7/10/2023) telah mencapai sedikitnya 300 jiwa. Sementara korban luka lebih dari 1.500 orang.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) juga sudah mengonfirmasi terdapat sejumlah warga Israel yang dibawa sebagai sandera oleh Hamas. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menyampaikan bahwa saat ini negaranya dalam keadaan berperang.
Netanyahu sesumbar akan menghancurkan situs-situs Hamas di Jalur Gaza. “Semua tempat di mana Hamas bermarkas, di kota jahat ini, semua tempat persembunyian Hamas, kami akan mengubahnya menjadi puing-puing,” ujar Netanyahu pada Sabtu malam.
“Saya mengatakan kepada masyarakat Gaza: keluar dari sana sekarang, karena kami akan bertindak di mana pun dengan seluruh kekuatan kami,” tambah Netanyahu pernyataan singkatnya yang disiarkan televisi.
Israel meluncurkan Operation Swords of Iron dan membombardir Jalur Gaza. Sejauh ini, setidaknya 232 warga Palestina di Gaza tewas akibat serangan Israel. Kelompok Reporters Without Borders (RSF) mengungkapkan, dua jurnalis foto Palestina terbunuh di dekat Gaza.
Pada Sabtu (7/10/2023) pagi, ratusan anggota Hamas berhasil melakukan infiltrasi ke wilayah Israel yang berbatasan dengan Jalur Gaza. Mereka melakukan serangan ke beberapa kota Israel. Hamas menyebut operasi itu sebagai Operation Al Aqsa Flood.
Mereka mengatakan, operasi itu diluncurkan sebagai respons atas penyerbuan ke Masjid Al-Aqsa dan meningkatnya kekerasan pemukim. Hamas mengklaim membawa banyak warga Israel sebagai sandera. Infiltrasi dan serangan Hamas itu menjadi kekerasan paling mematikan yang dialami Israel sejak Perang Yom Kippur 50 tahun lalu.