REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Seorang wanita Gaza mengemasi barang-barang keluarganya dan mengumpulkan keenam anaknya ke dalam mobil, setelah serangan udara Israel pada malam yang mengerikan. Serangan udara itu merusak rumah mereka.
“Apa yang dilakukan anak-anak saya hingga pantas menerima ini?" ujar wanita itu sambil menangis.
Sejumlah jenazah tergeletak di kamar mayat rumah sakit Gaza pada Selasa (10/10/2023). Reruntuhan bangunan yang hancur memenuhi jalan-jalan sempit. Semakin banyak keluarga yang memadati sekolah-sekolah PBB untuk mencari perlindungan ketika serangan Israel menghantam Gaza.
Penduduk Palestina di Gaza mengatakan, ribuan ledakan besar yang menghantam gang-gang ramai di malam hari. Seorang warga Gaza, Emmah Thahir mengatakan, dia tidak tahu ke mana harus pergi bersama suami dan anak-anaknya yang masih kecil.
“Tadi malam adalah malam tersulit yang kami lalui. Mereka menargetkan seluruh area sekitar dan anak-anak ketakutan," ujar Thahir.
Ledakan akibat serangan udara menghancurkan balkon dan jendela apartemen Thahir. Keluarga Thahir bergegas keluar dan duduk di jalan sampai ambulans menjemput mereka.
"Apa kesalahan kami? Apa yang dilakukan anak-anak saya? Tidak ada listrik, internet, makanan atau air," kata Thahir sambil menangis.
Thahir menambahkan, dia tidak punya tempat untuk pergi setelah bangunan rumahnya rusak akibat serangan Israel. Seorang pemilik toko kelontong di distrik Remal, Jehad menyebut serangan Israel bukan pembalasan tapi sebuah kegilaan.
"Ini bukan pembalasan. Ini kegilaan. Siapa yang mereka bunuh sejauh ini? Pemimpin Hamas? Tidak, mereka membunuh ratusan warga sipil," kata Jehad, yang meminta untuk tidak menyebutkan nama keluarganya karena takut akan pembalasan Israel.
Serangan di Gaza telah menyebabkan lebih dari 770 orang meninggal dan melukai 4.000 lainnya. Sementara 187.000 orang mencari perlindungan di sekolah-sekolah PBB.
Di kamar mayat berlumur darah....