Sabtu 14 Oct 2023 05:45 WIB

Bagaimana Keberpihakan Rusia dalam Perang Palestina-Israel?

Putin memiliki kepentingan jika konflik baru ini menyebar ke seluruh Timur Tengah.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Suasana Kota Gaza usai diberondong bom oleh Israel, Rabu (11/10/2023).
Foto: AP Photo/Fatima Shbair
Suasana Kota Gaza usai diberondong bom oleh Israel, Rabu (11/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia, Vladimir Putin menyatakan dukungannya kepada Palestina. Putin mengecam kematian warga sipil di Gaza, dan mengecam langkah-langkah Washington dalam penyelesaian perdamaian Timur Tengah.

Sejak Hamas melancarkan operasi militer yang mengejutkan dunia, Putin menahan diri untuk tidak menelepon Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, meskipun setidaknya empat warga negara Rusia dilaporkan tewas dan enam lainnya hilang. Putin juga tidak mengomentari operasi mengejutkan Hamas terhadap Israel.

Baca Juga

Sementara itu, sikap Rusia  tidak memungkinkan Dewan Keamanan PBB mencapai suara bulat yang diperlukan untuk mengecam Hamas. Putin mengatakan, meningkatnya eskalasi di Gaza adalah kegagalan kebijakan Amerika Serikat di Timur Tengah.

“Ini adalah contoh nyata dari kegagalan kebijakan Amerika Serikat di Timur Tengah, (saat mereka) mencoba memonopoli penyelesaian (perdamaian),” kata Putin dalam pertemuan yang disiarkan televisi dengan Perdana Menteri Irak Muhammad Shia al-Sudani.

“Namun, sayangnya, (Amerika Serikat) tidak peduli untuk mencari kompromi bagi kedua belah pihak dan, sebaliknya, mempromosikan konsepsi mereka sendiri tentang bagaimana hal tersebut harus dilakukan, (dan) menekan kedua belah pihak,” ujar Putin.

Moskow juga menolak memasukkan Hamas ke dalam daftar organisasi “teroris”. Sementara sejumlah negara Uni Eropa kompak mengecam Hamas.

“Kami menjaga kontak dengan (kedua) pihak yang berkonflik. Tentu saja Rusia terus menganalisis situasi dan mempertahankan posisinya sebagai negara yang berpotensi berpartisipasi dalam proses penyelesaian," kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov kepada wartawan pada Rabu (11/10/2023).

Para analis mengatakan, meningkatnya eskalasi di Gaza antara Israel dan Hamas dapat menguntungkan Moskow dan sekutunya. Nikolay Mitrokhin dari Universitas Bremen di Jerman mengatakan, respon Rusia terhadap operasi militer Hamas yang membuat Israel kewalahan menunjukkan bahwa Putin tidak pro-Israel.

“Respon Rusia terhadap serangan teroris menunjukkan banyak simpati terhadap Putin, dan mereka tidak pro-Israel,” ujar Mitrokhin kepada Aljazirah.

Rusia adalah pemain kunci dalam koalisi informal anti-Barat yang mencakup Iran, Korea Utara, dan Cina. Mitrokhin mengatakan, mereka telah lama mencoba mengguncang Barat.

“Sangat bermanfaat bagi Putin untuk mengalihkan perhatian dan bantuan internasional, sebagian besar dari Amerika, dari Ukraina, sesuatu yang sejujurnya ditakutkan oleh (Presiden Ukraina Volodymyr) Zelenskyy,” kata Mitrokhin.

Pada Senin (9/10/2023) Zelenskyy mengatakan, Rusia tertarik untuk memicu perang di Timur Tengah sehingga sumber penderitaan baru dapat merusak persatuan dunia, meningkatkan perselisihan dan kontradiksi, dan membantu Rusia menghancurkan kebebasan di Eropa. Seorang pengamat politik internasional, Vyacheslav Likhachev mengatakan, konflik Timur Tengah dapat menghambat penyelesaian di Ukraina, dan membekukan hubungan ekonomi penting di Eurasia.

“Perhatian dan sumber daya sekutu Barat akan tersebar. Tetapi, yang paling penting, perspektif stabilisasi di kawasan makro akan digagalkan secara strategis," ujar Likhachev.

Likhachev mengatakan, kesepakatan perdamaian antara Arab Saudi dan Israel yang kini tertunda bisa membantu pembentukan pusat transportasi antara India, Timur Tengah, dan Eropa. Pusat ini bisa saja mendorong integrasi ekonomi makro yang lebih erat di Eurasia, yang bertentangan dengan kepentingan Moskow dan Beijing.

“Ini tidak bermanfaat bagi Cina, tidak bermanfaat bagi Rusia,” kata Likhachev.

Sejauh ini, tidak ada bukti campur tangan Moskow dalam operasi militer Hamas terhadap Israel.  Direktur Uji Tuntas Asia Tengah yang berbasis di London, Alisher Ilkhamov mengatakan, Putin memiliki kepentingan jika konflik baru ini menyebar ke seluruh Timur Tengah, mengganggu negara-negara Barat dan melemahkan bantuan ke Ukraina.

“Perhitungan Putin adalah menyebabkan eskalasi konflik, memperluas konflik secara geografis dan melibatkan seluruh penduduk Arab di Timur Tengah,” ujar Ilkhamov.

Selain mengalihkan perhatian dunia dari Ukraina, perang Hamas dan Israel dapat menyebabkan harga minyak dan gas meroket, sehingga memberikan Moskow pendapatan tambahan miliaran dolar. Seorang aktivis oposisi Rusia, Sergey Bizyukin mengatakan, bagi Putin, Hamas adalah sebuah alat, sama seperti pemain regional lainnya.

“Baginya, Hamas hanyalah bagian dari permainan, sebuah alat, sama seperti bagi pemain regional lainnya. Hal terpenting baginya adalah tidak membuat kesalahan dengan menyentuh investasi Cina di Israel," kata Bizyukin.

Pada Selasa (10/10/2023) Putin mengulangi seruan  untuk kemerdekaan Palestina. Menurut Putin, pembentukan negara Palestina yang merdeka adalah satu-satunya cara untuk menyelesaikan konflik.

“Meski seruan kemerdekaan Palestina adalah sah, dengan menunjuk agenda ini dalam konteks saat ini, Putin sebenarnya membenarkan kejahatan perang yang dilakukan Hamas,” kata Ilkhamov.

Dan sebagian warga Israel bersikukuh bahwa persahabatan Putin dengan Netanyahu bersifat sinis dan munafik. Eduard Kauffmann, seorang warga Haifa berusia 31 tahun yang berasal dari Rusia, mengatakan, anti-Semitisme adalah cara hidup di KGB ketika Putin bergabung di Leningrad, sekarang St Petersburg, pada 1980-an,

“Dia melempar Bibi (Netanyahu) ke bawah bus dan tidak pernah menoleh ke belakang," kata Kauffmann.

Hubungan Moskow dengan Suriah, Iran, serta dukungan Rusia terhadap perjuangan Palestina sudah ada sejak era Soviet. Kremlin menyebut Israel sebagai penghasut perang Zionis dan memutuskan hubungan diplomatik pada 1967 karena perang Arab-Israel.

Komunis Moskow mendukung faksi sosialis sayap kiri dalam lingkaran politik Palestina, melatih ratusan pejuang Palestina dan mempersenjatai Mesir sebelum Perang Oktober 1973. Mereka juga mengembangkan hubungan dekat dengan Hamas dan menyambut para pemimpinnya di Moskow sejak gerakan bersenjata tersebut berkuasa di Jalur Gaza pada 2007.

Lebih dari satu juta orang Yahudi eks-Soviet beremigrasi ke Israel setelah runtuhnya Uni Soviet pada 1991, sehingga mengubah demografi dan preferensi pemilu negara tersebut. Setiap politisi besar Israel berusaha membina hubungan dengan Moskow. Namun tidak ada politisi besar yang menjalin hubungan dekat dengan Kremlin selain Netanyahu.

Netanyahu melakukan perjalanan ke Moskow belasan kali. Dalam sebuah kunjungan, Netanyahu menemani Putin menonton pertunjukan balet di Teater Bolshoi. Netanyahu mengatakan, kedekatannya dengan Putin dapat mencegah perang antara Moskow dan Tel Aviv, karena benturan kepentingan dan jet tempur kedua negara di Suriah.

“Saya tidak akan menyebutnya sebagai hubungan cinta.  Saya akan menyebutnya sebagai pertanyaan yang menarik. Memulai perang antara Rusia dan Israel, menurut saya bukanlah ide yang baik," ujar Netanyahu kepada CNN pada Oktober 2022.

Hubungan Moskow dan Tel Aviv tidak terputus bahkan oleh perang besar-besaran yang dilakukan Rusia di Ukraina, dan serangkaian langkah anti-Israel yang diambil Moskow. Dalam beberapa tahun terakhir, Moskow mengancam akan menutup cabang Badan Yahudi di Rusia. Badan Yahudi ini adalah sebuah LSM yang memfasilitasi emigrasi ke Israel. Moskow menuduh duta besar Israel di Ukraina menutupi Nazisme

Kremlin terus mengulangi mantra lama mengenai junta neonazi di Kiev yang dipimpin oleh Zelenskyy. Zelenskyy adalah seorang keturunan etnis Yahudi. Kakek Zelenskyy kehilangan keluarganya dalam peristiwa Holocaust.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement