Ahad 15 Oct 2023 09:28 WIB

Prancis Tingkatkan Keamanan Seusai Pembunuhan Guru di Sekolah

Presiden Emmanuel Macron memerintahkan hingga 7.000 tentara dikerahkan.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
Presiden Emmanuel Macron memerintahkan hingga 7.000 tentara dikerahkan menyusul insiden penikaman  seorang guru hingga meninggal dan tiga orang lainnya terluka dalam serangan di sekolah di Arras.
Foto: FRANCOIS MORI / POOL/AP POOL
Presiden Emmanuel Macron memerintahkan hingga 7.000 tentara dikerahkan menyusul insiden penikaman seorang guru hingga meninggal dan tiga orang lainnya terluka dalam serangan di sekolah di Arras.

REPUBLIKA.CO.ID, ARRAS -- Prancis akan mengerahkan hingga 7.000 tentara untuk meningkatkan keamanan di seluruh negeri. Tindakan itu dilakukan setelah seorang guru ditikam hingga meninggal dan tiga orang lainnya terluka dalam serangan di sekolah Gambetta-Carnot di kota utara Arras.

Pemerintah Prancis meningkatkan kewaspadaan ancaman nasional. Presiden Emmanuel Macron memerintahkan hingga 7.000 tentara dikerahkan pada Senin (16/10/2023) malam dan hingga pemberitahuan lebih lanjut.

Baca Juga

Menurut kantor kepresidenan Prancis, pengerahan ribuan pasukan ini untuk meningkatkan keamanan dan kewaspadaan di sekitar Prancis. Level ancaman serangan darurat memungkinkan pemerintah untuk sementara waktu memobilisasi militer dalam melindungi tempat-tempat umum dan tindakan lainnya.

Otoritas kontraterorisme sedang menyelidiki penikaman tersebut. Jaksa menyatakan, tersangka penyerang serta beberapa orang lainnya telah ditahan. Jaksa pun sedang mempertimbangkan dakwaan pembunuhan terkait terorisme dan percobaan pembunuhan terhadap tersangka.

Tersangka baru-baru ini berada di bawah pengawasan badan intelijen karena radikalisasi. Dokumen pengadilan yang dilihat oleh Associated Press menunjukkan bahwa dia berasal dari wilayah Ingushetia di Pegunungan Kaukasus Rusia, yang bertetangga dengan Chechnya.

Pihak berwenang awalnya mengidentifikasi dia sebagai orang Chechnya. Motif sebenarnya penyerang masih belum jelas dan dia dilaporkan menolak berbicara dengan penyelidik.

Polisi juga berjaga ketika orang dewasa dan anak-anak tiba di sekolah tempat kejadian pada Sabtu (14/10/2023) pagi. Kelas-kelas dibatalkan, tetapi sekolah dibuka kembali bagi mereka yang ingin berkumpul atau mencari dukungan.

Mengumumkan bahwa sekolah akan dibuka kembali pada Sabtu, Macron mendesak rakyat Prancis untuk tetap bersatu. “Pilihan telah dibuat untuk tidak menyerah pada teror. Kita tidak boleh membiarkan apa pun memecah belah kita dan kita harus ingat bahwa sekolah dan transmisi pengetahuan adalah inti dari perjuangan melawan ketidaktahuan," ujarnya.

Seorang ibu mengatakan, dia datang bersama putrinya yang berusia 17 tahun untuk menunjukkan perlawanan terhadap ekstremisme. Dukungan itu ditujukan untuk mengatasi rasa takut kembali ke tempat sekolah seusai penikaman tersebut.

Seorang ibu lainnya datang untuk meminta bimbingan dari konselor tentang cara membantu kedua putranya yang menyaksikan penyerangan di halaman sekolah mereka. “Sebagai orang dewasa, kami kesulitan untuk mengambil langkah mundur, tapi bagi mereka, mereka adalah anak-anak," kata Emily Noge yang tiba di sekolah bersama putra dan rekannya.

Noge menyatakan, anaknya mengira peristiwa penikaman yang terjadi hanya sebuah latihan. Namun, itu peristiwa nyata yang sangat dramatis dan itu sangat sulit diterima oleh anak-anak.

"Selalu ada momen yang sama yang terulang: halaman sekolah, kursi untuk melindungi diri, penikaman, dan alasannya. 'Mengapa kita? Mengapa Arras? Mengapa para guru? Mereka adalah guru yang baik. Mereka ada di sana untuk melindungi kami," kata Noge.

Bagi banyak orang di Prancis, serangan tersebut mengingatkan dengan pembunuhan guru lainnya, Samuel Paty, hampir tepat tiga tahun lalu di dekat sekolah tempat kejadian di wilayah Paris. Dia dibunuh oleh seorang radikal keturunan Chechnya yang kemudian berhasil dibunuh oleh polisi.

Badan intelijen Prancis menyatakan, tersangka dalam serangan minggu ini telah diawasi sejak musim panas karena dicurigai melakukan radikalisasi Islam. Dia ditahan untuk diinterogasi berdasarkan pemantauan panggilan teleponnya dalam beberapa hari terakhir. Namun, menurut Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin, penyelidik tidak menemukan tanda-tanda bahwa dia sedang mempersiapkan serangan.

Darmanin mengatakan, intelijen Prancis menunjukkan adanya hubungan antara perang di Timur Tengah dan keputusan tersangka untuk menyerang. Dia menyatakan, pihak berwenang telah menahan 12 orang di dekat sekolah atau tempat ibadah sejak serangan Hamas terhadap Israel, beberapa di antaranya bersenjata dan bersiap untuk mengambil tindakan.  Prancis pun telah meningkatkan keamanan di ratusan situs Yahudi di seluruh negeri pada pekan ini.

Pendidik yang menjadi korban adalah Dominique Bernard, seorang guru bahasa Prancis di sekolah Gambetta-Carnot, yang mengajar siswa berusia 11-18 tahun. Guru lainnya dan seorang penjaga keamanan berada dalam kondisi kritis dengan luka akibat penikaman. Jaksa kontraterorisme mengatakan, terdapat seorang pekerja kebersihan lain yang juga terluka.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement