REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Direktur Jenderal Urusan Strategis Kementerian Luar Negeri Israel Joshua Zarka menyebut Iran berusaha membuka front pertempuran baru terhadap negaranya. Hal itu dilakukan dengan cara menempatkan senjata di dan melalui Suriah.
Zarka mengutarakan hal tersebut ketika merespons unggahan mantan utusan khusus AS untuk Suriah, Joel Rayburn, di platform X. Dalam unggahannya, Rayburn membahas soal serangkaian serangan udara Israel ke bandara Damaskus dan Aleppo.
“Serangan berulang-ulang Israel untuk melumpuhkan bandara Damaskus dan Aleppo, menurut saya, merupakan indikasi kuat bahwa 1. rezim Iran sedang mencoba memindahkan senjata strategis ke atau melalui Suriah untuk membuka front utara dan 2. Israel bertekad untuk mencegahnya,” tulis Rayburn.
Joshua Zarka kemudian merespons unggahan tersebut. “1. Mereka (Iran) memang (berusaha memindahkan senjata ke Suriah). 2. Kami (Israel) memang (berusaha mencegah),” tulis Zarka, Ahad (15/10/2023), dikutip laman Al Arabiya.
Suriah menuduh Israel melakukan serangan di wilayahnya setelah bandara di Damaskus dan Aleppo diserang pekan lalu. Kementerian Pertahanan Suriah mengecam serangan terhadap bandara sipil di negaranya. Mereka menyebut insiden itu sebagai “serangan teror”. Suriah juga mengutuk Israel atas kejahatan yang dilakukannya terhadap rakyat Palestina.
Sementara itu Hamas, yang kini terlibat pertempuran dengan Israel, telah menyampaikan bahwa mereka sepakat melanjutkan kerja sama dengan Iran. Hal itu disampaikan setelah pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, bertemu Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian di Qatar, Sabtu (14/10/2023) lalu.
Misi Iran untuk PBB memperingatkan Israel bahwa Teheran akan merespons jika Israel melakukan serangan darat di Jalur Gaza yang dikuasai Hamas. “Jika kejahatan perang dan genosida apartheid Israel tidak segera dihentikan, situasi akan menjadi tidak terkendali dan menimbulkan konsekuensi yang luas – yang tanggung jawabnya terletak pada PBB, Dewan Keamanan dan negara-negara. mengarahkan Dewan menuju jalan buntu,” kata Misi Iran untuk PBB lewat akun X-nya.
Pertempuran terbaru antara Israel dan kelompok Hamas yang mengontrol Jalur Gaza pecah pada 7 Oktober 2023 lalu. Eskalasi dimulai ketika ratusan anggota Hamas berhasil melakukan infiltrasi ke wilayah Israel yang berbatasan dengan Jalur Gaza. Infiltrasi dilakukan sesaat setelah Hamas meluncurkan ribuan roket ke wilayah Israel. Ratusan anggota Hamas yang berhasil memasuki wilayah Israel kemudian melakukan serangan ke beberapa kota di dekat perbatasan Gaza.
Anggota Hamas dilaporkan melakukan penyerbuan ke 22 lokasi di Israel, termasuk kota-kota dan komunitas kecil sejauh 24 kilometer dari perbatasan Gaza. Ketika mundur, mereka menahan sejumlah warga untuk dijadikan sandera. Jumlah warga Israel yang disandera dilaporkan antara 100 hingga 150 orang.Hamas menyebut serangan roket dan infiltrasi ke Israel sebagai Operation Al Aqsa Flood. Mereka mengatakan, operasi itu diluncurkan sebagai respons atas penyerbuan ke Masjid Al-Aqsa dan meningkatnya kekerasan pemukim. Hingga berita ini ditulis, sedikitnya 1.300 warga Israel telah tewas akibat operasi Hamas.
Merespons operasi serangan Hamas, Israel meluncurkan Operation Swords of Iron dan membombardir Jalur Gaza. Target utamanya adalah markas atau situs lainnya yang berkaitan dengan Hamas. Namun bangunan-bangunan penduduk turut terimbas serangan udara Israel. Hingga berita ini ditulis, jumlah warga Palestina di Jalur Gaza yang meninggal akibat serangan Israel telah menembus 2.300 jiwa