REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Sepanjang akhir pekan ini Israel mengintensifkan serangan udara di Jalur Gaza yang dikuasai Hamas dan meminta penduduk untuk pindah ke selatan menuju perbatasan dengan Mesir. Beberapa seperti ayah enam anak, Fadi Daloul mengira opsi itu lebih aman dan ia pun mengumpulkan barang-barangnya untuk pindah.
Warga Palestina putus asa mencari tempat persembunyian yang aman. Sementara militer Israel terus-menerus menggelar serangan udara dan bersiap-siap melakukan serangan darat ke Gaza.
Perjalanan ke selatan juga penuh dengan risiko karena serangan balik Israel setelah Hamas melancarkan serangan paling mematikan bagi Israel sejak perang Arab-Israel tahun 1973.
Israel menggelar pengeboman paling dahsyat yang pernah terjadi di Gaza yang sempit dan miskin, salah satu wilayah yang paling padat penduduknya di dunia. Dan perkiraan situasi akan jauh lebih buruk mendorong penduduk mencari tempat berlindung yang aman.
Banyak warga Gaza menolak meninggalkan rumah mereka untuk mencari tempat perlindungan ke selatan, karena takut akan terulangnya peristiwa "Nakba" atau "malapetaka." Ketika banyak warga Palestina mengungsi atau dipaksa keluar dari rumah mereka pada masa perang tahun 1948 karena tanah mereka dijadikan negara Israel.
Tanah sekitar 700.000 orang Palestina, setengah dari populasi Arab di wilayah Palestina yang dulu dikuasai Inggris, dirampas dan mereka terpaksa mengungsi. Sebagian besar menyebar ke negara-negara tetangga di mana mereka atau keturunan mereka masih tinggal. Banyak yang masih tinggal di kamp-kamp pengungsi.
Israel membantah mengusir rakyat Palestina dengan mengatakan mereka di serang lima negara Arab setelah berdiri. ketika serangan udara Israel meratakan bangunan-bangunan di Gaza bagi Daloul yang menjadi prioritas adalah kelangsungan keluarganya.
Gaza yang diblokade Israel dan Mesir mengalami krisis kemanusian dan pasokan medis di rumah sakit semakin menipis. Daloul salah satu dari ribuan rakyat Palestina yang lahir dari utara Jalur Gaza pada Sabtu (14/10/2023) lalu karena khawatir dengan serangan darat yang dijanjikan Israel.
"Kami hidup dalam tekanan, kami tidak memeriksa barang-barang ini sebelumnya. Seperti yang anda lihat ini ancaman yang sangat besar bagi anak-anak, dalam perjalanan kami melihat orang terbakar dan terkena serangan udara, Alhamdullilah kami selamat dan tiba di selatan," kata Daloul, Ahad (15/10/2023).
Militer Israel belum menanggapi permintaan komentar. Hamas meminta warga untuk tidak mengungsi karena jalanan tidak aman. Gerakan perjuangan Palestina itu mengatakan puluhan orang tewas dalam serangan ke mobil dan truk-truk yang membawa pengungsi pada Jumat (13/10/2023) lalu. Pernyataan ini belum dapat diverifikasi secara independen.
Israel mengatakan Hamas mencegah warga pergi untuk menggunakan mereka sebagai perisai manusia. Hamas membantah tuduhan tersebut. yang dibantah oleh Hamas.
Gaza, sebuah wilayah pesisir kecil yang terletak di sebelah utara dan timur Israel dan barat daya Mesir dihuni sekitar 2,3 juta orang yang telah hidup di bawah blokade sejak Hamas menguasai wilayah tersebut pada tahun 2007.
Israel mengatakan mereka tetap membuka dua jalan agar warga dapat melarikan diri. Namun pengungsi Palestina yang melarikan diri melalui jalan tersebut mengatakan pengeboman Israel di wilayah timur sekitar jalan tersebut tidak pernah berhenti.
Menurut kementerian kesehatan dan media yang dikelola Hamas, dua hari yang lalu 70 orang Palestina tewas dan 200 lainnya terluka ketika pesawat-pesawat Israel mengebom beberapa kendaraan yang mengangkut para pengungsi Gaza. Klaim tersebut juga belum dapat diverifikasi secara independen.