Kamis 19 Oct 2023 16:59 WIB

500 Aktivis Yahudi AS Ditangkap Karena Suarakan Perdamaian di Gaza

Sejak serangan Hamas, Israel telah membombardir Gaza dari udara.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Para pengunjuk rasa mengangkat poster yang berisi kecaman terhadap operasi militer Israel di Gaza. Aksi unjuk tersebut digelar di Washington, DC, pada 18 Oktober 2023.
Foto: ROBERTO SCHMIDT/AFP
Para pengunjuk rasa mengangkat poster yang berisi kecaman terhadap operasi militer Israel di Gaza. Aksi unjuk tersebut digelar di Washington, DC, pada 18 Oktober 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sekitar 500 orang telah ditangkap saat aksi unjuk rasa di gedung Kongres Amerika Serikat di Washington, DC. Kelompok yang mengorganisir aksi tersebut, Jewish Voice for Peace mengatakan, mereka memprotes penindasan Israel yang terus berlanjut terhadap warga Palestina.

Sebagian besar pengunjuk rasa mengenakan kaos bertuliskan “Bukan atas nama kami”. Mereka dikepung oleh polisi pada Rabu (18/10/2023) ketika mereka duduk di lantai lobi gedung kongres, dengan membentangkan spanduk besar bertuliskan “gencatan senjata” atas pengeboman Israel terhadap Jalur Gaza yang semakin membabi buta. Sekitar 10.000 orang juga melakukan unjuk rasa di jalan-jalan ibu kota AS.

Baca Juga

“Kami menutup Kongres untuk menarik perhatian massa terhadap keterlibatan AS dalam penindasan Israel terhadap warga Palestina,” ujar organisasi Yahudi progresif, Jewish Voice for Peace di platform media sosial X.

Polisi AS mengatakan, mereka telah membersihkan gedung Kongres dari pengunjuk rasa pada Rabu malam dan sedang memproses penangkapan.

Israel telah memberlakukan pengepungan total di Jalur Gaza dengan memblokir akses terhadap makanan, air, listrik, dan pasokan medis bagi 2,3 juta penduduknya. Pengepungan total berlangsung setelah kelompok perlawanan Palestina, Hamas melancarkan serangan mengejutkan yang membuat Israel kewalahan.

Sejak serangan Hamas tersebut, Israel telah membombardir Gaza dari udara. Gempuran bom Israel ini telah menghancurkan rumah-rumah warga sipil Gaza dan rumah sakit. Pihak berwenang Palestina mengatakan, lebih dari 3.400 orang meninggal dunia dalam pengeboman tersebut, sepertiga dari mereka adalah anak-anak. Serangan dan pengepungan Israel di Gaza telah dikritik sebagai bentuk hukuman kolektif dan memicu kemarahan yang meluas di Timur Tengah dan sekitarnya.

“Sangat penting bagi orang-orang Yahudi dan semua orang di AS untuk bangkit dengan segala yang kita miliki. Ini Cara kami ingin orang lain bangkit demi nenek moyang kami," kata Jay Saper dari Jewish Voice for Peace, dilaporkan Aljazirah, Kamis (19/10/2023).

Pada aksi duduk itu, seorang pengunjuk rasa Yahudi mengatakan, kakek dan neneknya selamat dari peristiwa Holocaust. Dia menghormati sejarah keluarganya dengan turun ke jalan.

“Saya meneruskan warisan mereka sebagai orang Yahudi yang berperan sebagai pembela orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan dan tertindas di seluruh dunia. Saya tidak melihat cara yang lebih baik untuk melakukan hal ini selain memperjuangkan gencatan senjata dan perdamaian di Gaza saat ini," kata Sam Thorpe.

AS adalah sekutu global Israel yang paling setia. Washington memberikan bantuan militer senilai miliaran dolar per tahun dan dukungan diplomatik yang kuat.

Pada Rabu, Presiden Joe Biden bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu selama kunjungannya ke Israel. Biden berjanji bahwa AS mendukung Israel dalam perangnya melawan Hamas. Pada hari yang sama, AS adalah satu-satunya negara yang memberikan suara menentang dan memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan jeda kemanusiaan untuk memungkinkan bantuan memasuki Gaza secepatnya.

“Apa yang kita ketahui dari kekejaman negara Israel di masa lalu terhadap warga Palestina adalah bahwa, bom hanya berhenti ketika ada cukup banyak protes dari masyarakat internasional. Adalah tanggung jawab kita untuk menyuarakan protes tersebut secepat mungkin," kata Eliza Klein dari Jewish Voice for Peace. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement