REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dan Raja Yordania Abdullah II mengutuk hukuman kolektif yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina di Gaza. Kedua pemimpin ini bertemu di Kairo untuk membicarakan perang Israel-Hamas.
Menjelang pertemuan tersebut, istana kerajaan Yordania mengatakan, al-Sisi dan Raja Abdullah akan membahas cara untuk menghentikan agresi Israel di Gaza. Dalam pernyataan terpisah yang dikeluarkan kemudian, Kepresidenan Mesir dan Kerajaan Yordania mengatakan, kedua pemimpin menegaskan posisi bersatu mereka menolak kebijakan hukuman kolektif dalam pengepungan, kelaparan atau pengungsian warga Palestina.
Israel telah melakukan serangan udara dan artileri di Gaza sejak kelompok bersenjata Hamas melancarkan serangan mengejutkan terhadap komunitas di Israel selatan pada 7 Oktober. Kementerian Kesehatan yang dikuasai Hamas mengatakan, serangan Israel telah menyebabkan 3.478 warga sipil Gaza meninggal dunia, termasuk ribuan anak-anak.
Israel tidak hanya menggempur Gaza tapi juga melakukan blokade total dengan memutus pasokan listrik, air, makanan, dan bahan bakar. PBB memperingatkan situasi kemanusiaan yang semakin mengerikan di Gaza.
Al-Sisi dan Raja Abdullah memperingatkan dampak regional jika perang tak kunjung dihentikan. “Jika perang tidak berhenti, hal ini akan mengancam menjerumuskan seluruh wilayah ke dalam bencana,” ujar pernyataan Yordania, dilaporkan Al Arabiya, Kamis (19/10/2023).
Pertemuan al-Sisi dan Abdullah II terjadi pada hari yang sama ketika Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres diperkirakan akan tiba di Kairo. Dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly di Kairo pada Kamis, Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry membahas prioritas pemberian bantuan kemanusiaan dan darurat kepada masyarakat Gaza. Al-Sisi juga membahas situasi di Gaza dengan Kepala Komando Pusat AS Michael Kurilla.
Mesir dan Yordania adalah negara Arab pertama yang menormalisasi hubungan dengan Israel. Mesir menjalin hubungan diplomatik dengan Israel pada 1979, sementara Yordania pada 1994. Sejak itu Mesir dan Yordania menjadi mediator utama antara pejabat Israel dan Palestina.