REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Uni Eropa (UE) pada hari Senin (23/10/2023) mengambil langkah hukum untuk menjatuhkan sanksi terhadap penguasa militer Niger, yang menggulingkan pemimpin yang terpilih secara demokratis pada bulan Juli. Blok yang beranggotakan 27 negara tersebut mengecam penggulingan Presiden Niger Mohamed Bazoum, yang merupakan mitra penting Barat.
UE mengumumkan bahwa mereka telah mengadopsi kerangka hukum yang kini dapat "memberi sanksi kepada individu dan entitas yang bertanggung jawab atas tindakan yang mengancam perdamaian, stabilitas, dan keamanan Niger".
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa mengatakan langkah tersebut mengirimkan pesan yang jelas bahwa pelaku kudeta militer harus menanggung akibat.
UE telah menangguhkan kerja sama keamanan dan dukungan keuangan dengan Niger setelah militer melakukan kudeta. Perancis, yang pernah menjajah Niger, menarik pasukan militernya yang berjumlah 1.500 personel setelah adanya permintaan dari penguasa baru Niger.
Seorang kerabat mengatakan kepada AFP pada hari Ahad (22/10/2023) bahwa Bazoum bersama keluarganya dalam kondisi baik-baik saja, setelah penguasa militer baru negara itu mengklaim bahwa dia mencoba melarikan diri.
Sejak kekuasaan di Niger diambilalih oleh militer, Bazoum menolak mundur dan ditahan di kediamannya di jantung istana presiden bersama istri dan putranya.