Kamis 26 Oct 2023 12:22 WIB

Pejuang Hamas Dilaporkan Lakukan Pelatihan Khusus di Iran Sebelum Serang Israel

Israel membalasnya dengan serangan udara dan artileri tanpa henti di Gaza.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
Pejuang Hamas melancarkan operasi badai Al Aqsa
Foto: AP
Pejuang Hamas melancarkan operasi badai Al Aqsa

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Ratusan pejuang Hamas menjalani pelatihan tempur khusus di Iran dalam beberapa minggu menjelang serangan kelompok Palestina ke Israel pada 7 Oktober. Laporan ini pertama kali disampaikan oleh Wall Street Journal (WSJ) pada Rabu (25/10/2023).

Mengutip orang-orang yang mengetahui informasi intelijen terkait serangan tersebut, sekitar 500 anggota dari Hamas dan Jihad Islam ikut serta dalam latihan pada September. Pelatihan tersebut, menurut AlArabiyah, dipimpin perwira dari Pasukan Quds, cabang luar negeri dari Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran. Menurut laporan tersebut, pejabat senior Palestina dan panglima Pasukan Quds Esmail Ghaani hadir pada latihan ini.

Baca Juga

WSJ juga melaporkan, para pejabat keamanan Iran memberi lampu hijau untuk serangan tersebut pada sebuah pertemuan di Beirut lima hari sebelum hari H. Peristiwa ini mengutip anggota senior Hamas dan gerakan Hizbullah di Lebanon yang didukung Iran.

Tapi para pejabat Amerika Serikat (AS) menolak laporan tersebut. Dia mengatakan, bahwa intelijen mereka tidak menunjukkan hubungan langsung antara pejabat Iran dan serangan tersebut, sambil mencatat bahwa negara itu adalah pendukung lama Hamas.

Dikutip dari Times of Israel, beberapa jam sebelum laporan tersebut diterbitkan, juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Laksamana Muda Daniel Hagari menuding Iran karena membantu merencanakan serangan brutal tersebut.

Hagari mengatakan, pada konferensi pers pada Rabu bahwa Iran telah membantu Hamas secara langsung sebelum perang, melalui pelatihan, penyediaan senjata, uang, dan pengetahuan teknologi. “Bantuan Iran kepada Hamas terus berlanjut dalam bentuk intelijen dan hasutan daring terhadap Israel," ujarnya.

Eskalasi terbaru konflik Israel-Palestina dimulai ketika Hamas menyeberang ke Israel dari perbatasan selatannya pada 7 Oktober. Israel membalasnya dengan serangan udara dan artileri tanpa henti di Gaza dan menurut otoritas kesehatan di Gaza, telah membunuh lebih dari 6.000 orang.

Teheran yang merupakan sumber utama dukungan finansial dan militer untuk Hamas memuji serangan tersebut. Namun, negara itu menyangkal keterlibatan apa pun dalam perencanaan atau pelaksanaan serangan tersebut.

Setelah serangan tersebut, AS menuduh Iran terlibat dalam serangan Hamas terhadap Israel. Namun Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menekankan AS tidak memiliki bukti langsung bahwa Iran terlibat dalam serangan itu, baik dalam merencanakan atau melaksanakannya. "Namun, itu bisa berubah," ujarnya, pekan lalu.

Dalam komentar kepada Dewan Keamanan PBB pada beberapa hari lalu, Blinken mengatakan bahwa bukan rahasia lagi selama bertahun-tahun, Iran telah mendukung Hamas, Hizbullah, Houthi, dan kelompok lain yang terus melakukan serangan terhadap Israel. Sebagai tanggapan, perwakilan tetap Iran untuk PBB Amir Saeid Iravani mengecam Blinken atas apa yang disebutnya sebagai upayanya untuk secara keliru menyalahkan Iran.

“Iran dengan tegas menolak tuduhan tidak berdasar ini,” kata Iravani.

Teheran sebelumnya telah mengancam Tel Aviv bahwa wilayah tersebut akan tidak terkendali jika perang di Gaza terus berlanjut. Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian memperingatkan AS dan Israel.

"Jika mereka tidak segera menghentikan kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida di Gaza, segala sesuatu mungkin terjadi kapan saja dan kawasan itu akan tidak terkendali," ujar Amir-Abdollahian.

Israel juga telah berulang kali menuduh Iran sebagai kekuatan kunci di balik serangan terkoordinasi Hamas terhadap Israel. Hamas berhasil melumpuhkan pagar perbatasan Gaza yang berteknologi tinggi dan melintasi perbatasan untuk melakukan serangan yang tidak terduga.

Israel telah lama menuduh Iran memperburuk kekerasan dengan memasok senjata ke Hamas. Iran menolak mengakui negara Israel dan menjadikan dukungan terhadap perjuangan Palestina sebagai komponen fundamental kebijakan luar negerinya sejak Revolusi Islam pada 1979.

Selama bertahun-tahun, Iran dan Israel terlibat dalam konflik terselubung. Iran menuduh Israel mengatur serangan sabotase dan pembunuhan yang menargetkan program nuklirnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement