Jumat 27 Oct 2023 18:23 WIB

Pejabat Hamas: Gencatan Senjata Diperlukan untuk Pembebasan Sandera

Hamas telah membebaskan empat sandera.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Pejuang brigade Izz ad-Din al-Qassam, sayap militer Hamas. ilustrasi
Foto: EPAEPA-EFE/MOHAMMED SABER
Pejuang brigade Izz ad-Din al-Qassam, sayap militer Hamas. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Seorang pejabat Hamas menyebut pembebasan sandera Israel yang ditahan di Gaza, harus seiring dengan gencatan senjata bagi pasukan udara Israel di Gaza. Sebab dibutuhkan waktu dan tempat yang tepat mengumpulkan semua sandera, bila tak ingin justru mereka jadi korban serangan udara Israel.

Hal itu disampaikan seorang pejabat Hamas, Abu Hamid saat berkunjung ke Moskow, Rusia beberapa waktu lalu sebagaimana ditulis di Surat kabar Rusia, Kommersant. Sebab, menurut dia, penahanan para sandera berada di berbagai lokasi yang tersebar oleh beberapa faksi pejuang Hamas, Palestina, yang ikut dalam penyerangan 7 Oktober lalu tiga pekan lalu.

Baca Juga

"Mereka menangkap puluhan orang, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil, dan kami membutuhkan waktu untuk menemukan mereka di Jalur Gaza dan kemudian membebaskan mereka," kata Abu Hamid, dilansir Reuters, Jumat (27/10/2023).

Dia mengatakan Hamas telah membebaskan empat sandera sejauh ini. Dan Hamas telah menjelaskan sejak hari-hari pertama perang bahwa mereka bermaksud untuk membebaskan "tahanan sipil" sejak awal, namun serangan udara Israel menghambat upaya itu.

Dia mengatakan suasana lingkungan yang tenang diperlukan untuk menyelesaikan tugas pembebasan ini, mengulangi pernyataan tersebut. Namun Reuters mengaku tidak dapat memverifikasi keterangan ini, bahwa serangan udara justru telah menewaskan 50 tahanan warga Israel sendiri.

Sementara itu, Israel mengatakan sedang mempersiapkan sebuah invasi darat, namun didesak oleh Amerika Serikat dan negara-negara Arab untuk menunda operasi tersebut. Desakan ini dikarenakan kekhawatiran bahwa serangan darat tentara Israel justru akan melipatgandakan jumlah korban sipil di Gaza dan menyulut konflik yang lebih luas di wilayah Timur Tengah.

Sementara itu, pada Jumat (27/10/2023), dua jet tempur AS menyerang fasilitas senjata dan amunisi di Suriah. Alasan serangan pesawat tempur AS ini, sebagai pembalasan atas penyerangan pasukan AS oleh milisi yang didukung Iran sejak konflik Gaza meletus, klaim AS. 

Sebuah jajak pendapat yang diterbitkan pada hari Jumat juga menunjukkan, hampir setengah dari warga Israel sekarang ingin menunda invasi darat. Hal itu karena kekhawatiran nasib 224 sandera yang dilaporkan masih ditahan di sana, bila invasi darat dilakukan. 

Kondisi saat ini, pejuang militan Palestina bentrok dengan pasukan Israel di setidaknya dua wilayah di dalam Jalur Gaza. Wilayah yang merupakan serangan terbaru dari beberapa serangan berskala kecil, sebagaimana dilaporkan media yang berafiliasi dengan Hamas.

Warga Gaza bagian tengah, mengatakan mereka mendengar suara baku tembak serta penembakan dan serangan udara di sepanjang perbatasan. Di mana di Gaza bagian tengah ini, pesawat-pesawat Israel terus menjatuhkan suar dan bom. 

Sebagaimana dilaporkan Israel bahwa jet-jet tempurnya telah menyerang tiga anggota senior Hamas. Ketiga pejabat Hamas itu, diklaim Israel, ikut memainkan peran penting dalam serangan 7 Oktober. Di mana semuanya adalah komandan-komandan di Batalyon Daraj Tuffah. Walau tak ada pengumuman resmi dari Hamas, soal ketiga pejabat Hamas yang meninggal itu. 

Di kamp pengungsi Jabalia di Gaza utara, sebuah serangan udara menewaskan istri seorang pengacara Palestina yang sedang hamil, Jehad Al-Kafarnah. 

"Hidupku, hatiku, aku mencintaimu," tulis Kafarnah sambil menangis di atas kain putih yang membungkus tubuh istrinya. Dia memeluk tubuh anaknya yang baru lahir berusia 8 bulan, yang juga terbungkus kain putih, di pelukannya. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement