REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh, menerima panggilan telepon dari mantan perdana menteri Malaysia, Mahathir Mohamad pada Jumat (27/10/2023) malam. Dalam panggilan telepon itu Mahathir menegaskan dukungannya terhadap rakyat Palestina dan hak mereka untuk melawan dan kebebasan.
Dalam pernyataan pers yang diterima oleh Quds Press, Hamas mengatakan, Mahathir menyebut serangan Israel di Gaza sebagai genosida terhadap rakyat Palestina. Israel telah membunuh rakyat Palestina secara sistematis.
"(Mahathir) menggambarkan apa yang terjadi di Gaza sebagai genosida terhadap rakyat Palestina berdasarkan rencana sistematis untuk membunuh sebanyak mungkin rakyat Palestina dan melikuidasi mereka," ujar pernyataan Hamas.
Dalam panggilan telepon itu, Haniyeh memuji posisi Mahathir Mohammad sehubungan dengan rakyat Palestina. Haniyeh juga menyampaikan, serangan yang terjadi di Gaza adalah kejahatan, pembunuhan dan terorisme.
Haniyeh mendesak komunitas internasional untuk menekan pendudukan Israel agar menghentikan perang, dan mengizinkan masuknya kebutuhan kemanusiaan ke Gaza. Haniyeh mengapresiasi posisi masyarakat Malaysia yang selalu mendukung Palestina.
"Apa yang terjadi pada 7 Oktober tidak terjadi di ruang hampa, melainkan produk dari kebijakan pendudukan dan kejahatan (Israel) selama beberapa dekade terhadap rakyat, kesucian, dan tanah kami," ujar Haniyeh.
Perang Palestina-Israel terbaru dimulai pada Sabtu, 7 Oktober 2023 ketika Hamas memulai Operasi Badai Al-Aqsa terhadap Israel. Hamas melancarkan serangan mengejutkan dengan menembakkan ribuan roket dan infiltrasi ke Israel melalui darat, laut, dan udara. Hamas mengatakan, serangan ini merupakan tanggapan keras atas penyerbuan Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur oleh pemukim Yahudi, dan meningkatnya kekerasan pemukim Israel terhadap warga Palestina. Israel dibuat kewalahan dengan operasi mendadak Hamas yang menggunakan taktik jenius.
Menanggapi tindakan Hamas, militer Israel melancarkan Operasi Pedang Besi di Jalur Gaza. Serangan udara Israel menghancurkan rumah warga sipil Gaza, gedung perkantoran, dan fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit, serta tempat ibadah. Ribuan warga sipil Gaza, termasuk anak-anak meninggal dunia.
Respons Israel meluas hingga memotong pasokan air, listrik, bahan bakar, dan makanan ke Gaza, yang semakin memperburuk kondisi kehidupan di wilayah yang terkepung itu sejak 2007. Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Kesehatan di Gaza, hampir 8.800 orang meninggal dunia dalam konflik tersebut, termasuk setidaknya 7.326 warga Palestina dan 1.400 warga Israel. Sekitar 70 persen kematian di Gaza adalah perempuan dan anak-anak.