Kamis 02 Nov 2023 18:33 WIB

Israel Labeli Media Palestina Al-Qastal News Organisasi Teroris

34 jurnalis terbunuh sejak dimulainya pertempuran Hamas dan Israel pada 7 Oktober.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi Terorisme. Israel telah melabeli jaringan media Palestina, Al-Qastal News, sebagai organisasi teroris.
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Terorisme. Israel telah melabeli jaringan media Palestina, Al-Qastal News, sebagai organisasi teroris.

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH – Israel telah melabeli jaringan media Palestina, Al-Qastal News, sebagai organisasi teroris. Dengan keputusan tersebut, Al-Qastal, yang berbasis di Yerusalem, tak dapat lagi beroperasi.

Lewat akun X resminya, Al-Qastal mengutuk keputusan Israel. “Jaringan ini menyatakan kecaman dan kutukannya terhadap keputusan ini, yang merupakan bagian dari kampanye yang menargetkan media Palestina dengan segala cara,” kata Al-Qastal, dikutip laman Middle East Monitor, Rabu (1/11/2023).

Baca Juga

Al-Qastal menambahkan bahwa mereka merupakan jaringan media independen, berizin, dan beroperasi sesuai dengan peraturan kerja jurnalistik bebas. Al-Qastal pun menegaskan bahwa mereka bukan milik siapa pun atau terafiliasi dengan pihak mana pun.

Menurut Al-Qastal, keputusan Israel melabelinya sebagai organisasi teroris adalah bagian dari upaya untuk membungkam media Palestina dan mencegah mereka mengungkap kejahatan Israel di Palestina. “Al-Qastal menyerukan organisasi pers dan hak asasi manusia untuk mengutuk keputusan ini dan bekerja bersama dalam menghadapi upaya pendudukan (Israel) untuk membungkam media Palestina,” katanya.

Terlepas dari keputusan Israel, Al-Qastal menyatakan akan melanjutkan pekerjaan dan tanggung jawabnya meliput peristiwa-peristiwa di Palestina, terutama di Yerusalem.

Kelompok Reporters Without Borders (RSF) telah mengajukan pengaduan kejahatan perang kepada Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Hal itu sehubungan dengan ditargetkannya jurnalis yang melakukan peliputan di Jalur Gaza.

“Para wartawan ini adalah korban serangan yang berjumlah – paling tidak – untuk kejahatan perang yang membenarkan penyelidikan oleh jaksa penuntut ICC,” kata RSF dalam sebuah pernyataan, Rabu (1/11/2023), dikutip laman Anadolu Agency.

Berkas yang diajukan RSF ke ICC merinci kasus sembilan jurnalis yang terbunuh sejak Israel melancarkan serangan udara ke Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu. Dalam laporannya, RSF turut menyisipkan pemaparan tentang aksi perusakan yang disengaja, baik secara total maupun parsial, terhadap lebih dari 50 outlet media di Gaza.

Menurut RSF, sebanyak 34 jurnalis telah terbunuh sejak dimulainya pertempuran antara Hamas dan Israel pada 7 Oktober 2023 lalu. Sebanyak 12 jurnalis di antaranya tewas ketika sedang melaksanakan tugas. Dari ke-12 jurnalis tersebut, 10 berada di Gaza, kemudian dua lainnya bertempat di Israel dan Lebanon.

“Skala, keseriusan, dan sifat berulang dari kejahatan internasional yang menargetkan jurnalis, khususnya di Gaza, menyerukan penyelidikan prioritas oleh jaksa ICC. Kami telah menyerukan ini sejak 2018. Peristiwa tragis saat ini menunjukkan urgensi ekstrem dari perlunya tindakan ICC," ujar Sekretaris Jenderal RSF Christophe Deloire.

Sebelum pengaduan terbaru, RSF telah dua kali melayangkan laporan kepada jaksa ICC tentang kejahatan perang terhadap jurnalis Palestina di Gaza. Pengaduan pertama dilakukan pada Mei 2018. Kala itu terdapat beberapa jurnalis yang tewas dan terluka ketika meliput aksi “Great March of Return” di Gaza.

Pengaduan kedua dilakukan pada Mei 2021. Ketika itu serangan udara Israel menghantam lebih dari 20 kantor media di Jalur Gaza. RSF juga mendukung pengaduan oleh media Aljazirah terkait penembakan hingga tewas yang dialami jurnalisnya Shireen Abu Akleh. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement