Sabtu 04 Nov 2023 04:25 WIB

Pemimpin Hizbullah Sebut Serangan Hamas Sebagai Gempa Bumi

Pemimpin Hizbullah menyebut AS harus bertanggungjawab penuh atas perang di Gaza.

Pemimpin gerakan Hizbullah Lebanon, Hassan Nasrallah, berbicara untuk pertama kalinya di hadapan publik sejak serangan Hamas ke Israel yang memicu perang di Gaza, Jumat (3/11/2023).
Foto: Aljazirah TV
Pemimpin gerakan Hizbullah Lebanon, Hassan Nasrallah, berbicara untuk pertama kalinya di hadapan publik sejak serangan Hamas ke Israel yang memicu perang di Gaza, Jumat (3/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Pemimpin gerakan Hizbullah Lebanon, Hassan Nasrallah, pada hari Jumat (3/11/2023), berbicara untuk pertama kalinya di hadapan publik sejak serangan Hamas ke Israel yang memicu perang di Gaza.

Nasrallah mengatakan konflik yang terjadi antara Hamas dan Israel tidak terkait dengan masalah lainnya di kawasan Timur Tengah, termasuk soal pembicaraan normalisasi hubungan diplomatik antara Arab Saudi dan Israel.

Baca Juga

Ia menyebut serangan yang dipimpin Hamas sebagai “gempa bumi”. Dia mengatakan tujuan Israel untuk menghancurkan Hamas sepenuhnya adalah mustahil. 

Nasrallah membandingkan konflik saat ini dengan perang Israel di Lebanon pada tahun 2006, ketika Israel mencari solusi militer alih-alih negosiasi dan terperosok dalam pertempuran dengan Hizbullah yang berakhir dengan jalan buntu.

“Akhir dari pertempuran ini adalah kemenangan Gaza, dan kekalahan musuh ini,” katanya, seraya menyerukan Amerika Serikat (AS) untuk mengakhiri perang tersebut.

“Kepentingan Anda, tentara Anda, armada Anda akan menjadi korban terbesar dalam perang di kawasan," katanya kepada AS.

Lebih lanjut Nasrallah mengatakan bahwa Amerika Serikat harus bertanggung jawab penuh atas perang yang saat ini terjadi di Gaza. "Amerika harus bertanggung jawab karena menghambat upaya gencatan senjata," ujarnya.

Jika AS terus ingin ikut terlibat dalam perang di Gaza dengan menjadi penyokong Israel, Nasrallah menegaskan maka AS harus membayarnya dengan "harga yang mahal". "Mereka harus membayar mahal seperti ketika mereka terlibat di Irak dan Suriah," kata Nasrallah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement